Kisah Sedih di Hari Minggu II

Klik disini untuk paragraf sebelumnya,

Seperti yang sudah dijanjikan dalam kisah sebelumnya, kami bertemu di Mesjid Raya Baiturrahman tepat sebelum azan Maghrib, jadi bisa shalat Maghrib berjamaah dulu di Mesjid yang indah kebanggaan masyarakat Aceh ini.

Saya sendiri suka sekali berlama-lama di Mesjid Raya ini sobs, adem gimanaaa gitu. Yang paling saya suka adalah bersujud diatas batu marmernya yang sebesar sajadah ukuran large, yang begitu sejuk.

Jarang saya melihat jamaah yang mempergunakan sajadahnya melapisi marmer ini, sepertinya semua sependapat dengan saya bahwa ada aliran udara menyejukkan mengalir ke dahi kita saat kita bersujud, menempelkan dahi dan hidung kita di marmer yang begitu mengkilat ini.

Halah kok malah jadi review tentang marmer sajadah sih. Emanglah ya… saya tuh kalo udah nulis suka ngalor ngidul dan ga fokus ih.

Well sobats maya tercinta,

Back to Safira’s topic, setelah maghrib-an, dan saat jamaah2 lain satu persatu meninggalkan Mesjid, kamipun menyingkir dan mengambil tempat di sisi kiri Mesjid, disamping pilar kokoh yang menjulang menyangga rumah Allah yang tak habis-habisnya saya kagumi ini. Indah banget sobs.

Ok, mari focus ke Safira. Sungguh kaget saya saat pertama kali bertemu dengannya tadi, setelah lebih dari 2 tahunan tidak pernah lagi bertemu. Safira yang dulu begitu seksi, kini terlihat kurus dan kuyu. Beban hidup yang begitu mendera batinnya benar2 telah menyedot secara perlahan berat tubuhnya, membuat kulitnya yang putih cerah juga jadi kusam dan tidak sekencang dulu lagi. Duh, wanita… begitu sering kita ini menjadi korban kesewenang-wenangan….


Tak banyak bicara ini itu lagi, kami langsung fokus ke permasalahan. Safira membuka laptopnya, dan menunjukkan beberapa table yang telah dibuatnya sesuai permintaan saya via telephone tadi siang.

Tabel pertama menggambarkan tentang problem assessment yang point-pointnya cukup jelas. Saya cukup puas dengan hasil kerja sang dokter ini. Terlihat jelas the current situation of her marriage life. Juga sebuah table tentang kebaikan dan keburukan Rendi juga sudah terisi lengkap.

Kami memulai pembahasan dengan serius. Safira berhasil menepiskan segala kesedihannya dan tampil dengan penuh semangat saat saya memintanya untuk ‘mempresentasikan’ situasi terkini rumah tangganya itu. Dan saya menangkap semangatnya yang menggebu untuk bangkit dan menata kembali rumah tangga dan kehidupannya saat saya mencoba meresponse setiap point dan mendiskusikannya bersama.

Saya bisa melihat, goal yang saya targetkan tadi siang dengan memintanya membuat problem assessment ini telah tercapai. Saya ingin Safira sendiri yang melakukannya, bukan saya, sehingga dia dapat merasakan semangat baru yang mengalir ke dalam tubuhnya, yang sekian lama terpuruk dalam kesedihan dan ketidakpastian.

Inilah point-point yang telah dibuat Fira (dalam huruf hitam) dan response/masukan saya in blue;

 Awalnya rumah tangga kami berjalan baik2 saja, manis dan harmonis layaknya rumah tangga baru lainnya. --> ok, no more comment

 Kejadian ini (perselingkuhan Rendi) mulai tercium oleh saya saat saya harus meninggalkannya 1,5 bulan, guna melahirkan anak kami. Saya harus pulang ke Jakarta untuk ini, karena di Banda Aceh kami tidak punya siapa2 yang dapat menjaga dan merawat saya paska melahirkan.

--> Baru tercium? Ada kemungkinan gelagat ini juga sudah dimulai lama sebelumnya donk? Harusnya disinilah Rendi membuktikan bahwa dirinya adalah seorang suami yang baik, yang bertanggung jawab dan setia. Walaupun tidak dapat turut serta menemani sang istri saat mengeluarkan sang bayi dari rahimnya (selaku seorang Polis Militer dia tetap harus menjalankan tugasnya), setidaknya Rendi harus bersikap setia. Bukannya malah membiarkan dirinya kecantol dengan wanita lain.

 Alih-alih menjadi suami yang baik, dan berusaha setia, apalagi disaat melahirkan, Rendi malah berani main gila dengan seorang perempuan penjaga sebuah café. Bahkan demi perempuan itu, saya akhirnya mengetahui bahwa harta benda kami (mobil dan barang-barang lainnya) kini telah terjual.

--> Komen awal hampir sama dengan di atas. Jatuh cinta kok dengan wanita yang tidak jelas kredibilitasnya? Itu sih namanya penghinaan tingkat tinggi. Masak Safira disejajarkan dengan seorang wanita murahan seperti itu? Sampai harus merelakan harta benda demi wanita itu adalah suatu kebodohan yang tidak dapat ditolerir lagi.

 Rendi bukan hanya tergila-gila pada perempuan itu, tapi juga terjerumus pada kecanduan narkoba (shabu2) dimana perempuan itu juga menggunakannya. --> info dari teman-2nya Rendi.

-->; Ini adalah kelakuan yang sudah keterlaluan, kecanduan narkoba mengindikasikan suatu prilaku yang sesat. Apalagi sebagai seorang polisi militer, Rendi sudah tidak dapat berfikir waras, sudah tidak sayang dan tidak peduli lagi dengan keselamatan pekerjaannya, juga sudah tidak peduli pada keluarga dan lingkungan. Kecanduan Narkoba, adalah suatu hal yang sulit sekali disembuhkan, apakah dengan tambahan prilaku ini, Rendi masih punya nilai dimata Safira?

 Saya sudah berusaha melaporkan hal ini pada ayah bunda Rendi (mertua saya), tapi mereka akhirnya lepas tangan karena Rendi malah memutuskan hubungan silaturrahmi dengan mereka, dan balik marah-marah pada saya, sebelum akhirnya dia kabur dari rumah.

-->; Hampir sama dengan komen diatas, bahwa Rendi sudah tidak peduli pada keluarga dan lingkungannya, bahkan pada diri sendiripun mungkin sudah tidak peduli. Jika ayah bundanya saja sudah lepas tangan, lantas apakah Fira yang harus membenahi ini semua? Sementara persentase keberhasilannya jelas tidak sampai 15% pun? Masih mau buang waktu untuk ini?

 Saya juga mencoba melaporkan pada komandannya Rendi tentang hal ini, dan sang komandan mencoba untuk memberinya teguran tapi juga tidak membawa hasil. Saat dia menghilang pertama kalinya, komandan memerintahkan untuk mencari, menangkap dan akhirnya men-sel-kan Rendi, tapi setelah itu tetap saja semuanya kembali seperti semula. Rendi kembali pada perempuan itu, menghilang dari pekerjaan.

--> Masih mau mencoba mencarinya dan mengembalikannya ke kondisi semula? Sementara sudah terlihat jelas kelakuannya yang semakin memburuk. Pada kariernya pun sudah tak peduli. Masihkah ingin mengharapkan seorang suami yang seperti ini? Untuk apa? Untuk menjadi beban hidup?

 Saya melapor lagi pada komandannya, tapi kali ini komandan meminta saya untuk sabar, dan ternyata, ini bukan yang kedua kalinya, bahwa jauh sebelumnya, sebelum menikah dengan saya dulu, Rendi juga sudah berulang kali kena skorsing. (oh My God).
--> Nah Loe, lalu nilai lebih apa yang masih bisa dibanggakan pada diri Rendi?

 Saya, karena malu pada tetangga, dan sayang pada Ragil anak saya, mencoba mencari Rendi dengan bantuan info keberadaannya dari teman-teman Rendi. Saya mencoba mengalah pada suami saya dengan harapan dia mau kembali pada kami, saya meminta maaf padanya walau saya yakin saya sama sekali tidak punya kesalahan padanya. Namun Rendi malah marah-marah dan menghina saya habis-habisan ketika berhasil menemukannya. Dihadapan perempuan itu. Rasa malu yang menghantui saya sungguh tak dapat saya lukiskan.

--> See? Bahkan dengan mengalah untuk kebaikanpun tidak membuat hati Rendi bergeming, malah membalasnya dengan suatu penghinaan, dihadapan perempuan itu pula. Masih ingin mengalah lagi? Menyembah laki-laki yang sudah tidak waras itu? Setelah dipermalukan didepan sang rival? Kalo saya, jelas, saya akan dengan rela hati menyerahkan Rendi untuk perempuan nakal itu. Toh ga akan lama lagi dia akan jadi gembel, dan si perempuan itu pun akan berlalu meninggalkannya.

 Sejak itu, saya terpuruk dalam kesedihan, merasa sangat terhina, malu pada tetangga, merasa kalah oleh seorang perempuan nakal seperti itu. Saya benar-benar kehilangan semangat dan ujung-ujungnya kuliah saya benar-benar terganggu.

--> Mindset seperti ini merugikan diri sendiri Fir. Harus diubah total. Sugestikan dirimu bahwa para tetangga itu berempati padamu, mereka prihatin pada nasibmu. Tak satupun dari mereka yang memandang rendah dirimu, justru mendoakanmu agar dirimu tabah dan bisa bangkit menyelamatkan hidupmu. Percayalah, justru Rendi yang dipandang sebelah mata oleh mereka. Kamu harus semangat, selamatkan hidupmu, panggil semangatmu. Jangan biarkan rasa rendah diri, rasa malu dan terhina itu menggerogotimu, dan mematikan logika berfikirmu.

 Saya benar-benar tidak tau harus berbuat apa sampai pada titik ini.

--> Banyak yang harus kamu lakukan untuk mulai membenahi keruwetan ini. Mari kita bahas satu persatu secara rinci. Dari point-point itu, yuk kita bikin SWOTnya. Kita lihat Kekuatan yang ada, Kelemahannya apa, Peluang untuk memperbaiki keadaan ini seberapa besar dan ancaman (threat)nya seperti apa.


Saya tidak sedang ikut campur urusan rumah tangga orang lain sih, dan juga tidak sedang berusaha mengarahkan Fira pada keputusan menggugat cerai Rendi, tapi saya hanya membantu Fira melihat permasalahan ini dengan hati yang bersih dan pikiran yang sehat.

Saya bukanlah orang yang senang melihat teman-teman saya bercerai, walau saya juga bukan orang yang tabu untuk itu. Jika segala upaya untuk menghindari perceraian sudah tidak dapat ditempuh lagi, haruskan kita berpura-pura dan terus melanjutkan perkawinan kita dalam kebahagiaan semu?

Saya sendiri sudah pernah mengalaminya kok, sudah pernah berupaya menghindari perceraian dan akhirnya terpaksa menempuh jalan itu untuk menyelamatkan hidup saya dan Intan, putri saya.

Segalanya harus dipandang dengan hati bersih dan penuh perhitungan.

Well, back to Fira, sahabat saya ini berhasil memandang bahwa tidak perlu lagi dia merasa malu pada tetangga, atas kelakuan Rendi itu.
Justru dia harus menanamkan bahwa para tetangga kompleks asrama itu berada dipihaknya (hal ini sengaja saya tanamkan agar Fira dapat bangkit penuh semangat, jika sudah didahului rasa minder dan malu terhadap sekitar, maka jangan harap Fira mampu menegakkan wajah menghadapi kehidupan…).

Langkah selanjutnya yang saya lakukan adalah menyadarkan Fira dan menanamkan sugesti kuat ke alam pikirannya bahwa Dokter Safira Suryani adalah TIDAK pantas disetarakan dengan seorang perempuan nakal penjaga café. Itu adalah PENGHINAAN TINGKAT TINGGI yang telah dilakukan Rendi terhadapnya.

Pemikiran ini tentu akan mengarahkan Fira untuk bisa berhenti menangisi nasibnya yang ditinggal pergi dan dicampakkan oleh Rendi.

Jadi saya mengharapkan sugesti tadi mampu menyadarkan Fira untuk tidak meratapi kepergian Rendi, tapi menggantikan ratapan ini dengan sikap bahwa Rendi sudah TIDAK LAYAK lagi untuk ditangisi. Tidak Layak lagi untuk diharapkan kembali. Untuk apa? Untuk menyakiti hatinya lagi? Penghinaan yang dia lakukan saat Fira meminta maaf dan memohonnya kembali ke rumah sudah lebih dari cukup. Untuk mengoyak harga diri seorang dokter Safira.

Saya takjub juga dengan terapi ini, Fira menemukan kembali semangat hidupnya. Dan menyadari, bahwa sudah saatnya dia menghentikan airmatanya yang sudah begitu kerap tumpah sejak Ragil berusia 2 bulan, saat dia dan putranya itu kembali dari Jakarta ke rumah asrama mereka. Dan mendapati sang suami ternyata telah berpaling ke perempuan lain.

Selanjutnya Fira bertekad untuk membereskan kuliahnya (Fira sedang mengambil specialisasi) secepatnya, kemudian ingin kembali ke Jakarta, atau daerah lain selain Aceh.
Namun, disatu saat, airmata itu tiba-tiba mengalir,

‘Mba… tapi aq takut menghadapi semua ini. Terkadang aq merasa begitu malang, aq begitu sedih menyadari suamiku diambil orang. Sampai kapan kesedihan ini akan bersamaku?’

Saya maklum sekali dengan situasi ini. Saya sudah lebih dahulu mengalaminya.

‘Fir, percayalah, pasti kamu akan mampu mengatasi ini. Yang paling harus kamu ingat setiap perasaan sedih ini muncul adalah, ingat penghinaan-penghinaan yang dilakukan Rendi terhadapmu. Bangkitkan ingatan kamu terhadap keburukan2 Rendi, sehingga rasa benci dihatimu akan membantumu mengikhlaskannya pergi. Tapi sebelum itu, jawab saya dengan jujur, apa kamu masih cinta sama dia? Masih mengharapkan dia kembali pada kalian?’

Kalo saya dulu ditanya begitu oleh adik saya, saat saya kalut, jawaban saya adalah TIDAK.

Saya penasaran dengan jawaban yang akan keluar dari bibir Fira.

‘Ga mba, kita sudah bahas tadi, begitu banyak hal menyakitkan yang dilakukannya terhadapku 2 tahun terakhir ini. Dan juga sudah kita bahas tadi, sepertinya memang mustahil mengharapkan Rendi lepas dari narkoba, juga sikapnya sendiri memang tak peduli lagi sama kami. Untuk apa aq mengharapkan orang yang memang tidak lagi mencintaiku. Lagipula, suatu saat jika dia kembali padaku, aq akan siapkan diri untuk menendangnya jauh jauh mba.’

Saya tersenyum dan sependapat dengannya. Orang luar mungkin akan berpendapat, pernikahan harus setengah mati diupayakan untuk diselamatkan.
Tapi kalo saya sih bilang begini sobs, sebuah perkawinan memang harus diselamatkan, dengan syarat kedua belah pihak akan jujur dan bersungguh-sungguh untuk memperbaiki diri masing-masing demi kebaikan perkawinan mereka selanjutnya.
Tapi jika kemudian, mereka hanya berpura-pura saja, bertahan hanya karena sayang anak, tapi keduanya malah hidup dalam kebahagiaan semu, untuk apa? Bukan hanya diri sendiri yang tersiksa, tapi anak juga akan tersiksa. Tidak akan ada anak yang bahagia jika mengetahui ayah ibunya ternyata hanya bersandiwara di hadapannya.

Safira terlihat jauh lebih bersemangat. Pembicaraan kami yang panjang lebar menghasilkan kesimpulan seperti berikut ini (halah, seperti laporan apa gituuuu…. Hehe).

Bahwa Safira akan menunggu sampai Rendi dikeluarkan dari korps (komandan Rendi bilang bahwa dalam masa 1 bulan lagi jika Rendi tak juga kembali, maka dia akan dicopot dari korps nya), menjadi masyarakat sipil biasa, dan kemudian saat sudah ga punya apa-apa lagi, pasti perempuan itu juga tidak akan mau lagi sama Rendi. Barulah Fira akan menuntut cerai.

Saya setuju dengan pendapat Fira, dan juga tidak menganjurkan Fira untuk buru-2 sampai pada tahap cerai itu. Toh Fira tidak akan kemana2, juga tidak akan menikah dengan laki-laki lain (setidaknya untuk tahun ini?), jadi biarkan saja dulu mengalir apa adanya. Yang paling penting adalah, Fira harus menata kembali semangat hidupnya.
Fokus ke kuliah, beri perhatian pada Ragil walau hanya via telephone karena jarak yang memisahkan mereka, tetap jalin silaturrahmi dengan ibunya, yang telah bersedia menjaga Ragil, dan hadapi kehidupan dengan penuh semangat. Untuk sementara, Rendi’s issues singkirkan dulu. Anggap aja Rendi sudah tiada. Untuk amannya juga, saya sarankan agar Fira jangan pindah dari asrama (rencana Fira mau ngekost di dekat kampus kedokteran), sayangkan harus ngeluarin uang lagi buat kost. Juga agar Komandan juga bisa melihat bahwa Fira tidak bersalah, dan masih istri yang baik.

Fira setuju. Satu lagi wejangan (ya ampuuuuun… wejangan bo’) yang membangkitkan Fira dari keterpurukannya, adalah tentang formula kehidupan. Ada yang tau belum nih tentang Formula Kehidupan?

Formula Kehidupan ini saya dapatkan dari adik saya, yang waktu itu langsung menghentakkan kesadaran saya saat galau tidak tau mengambil langkah selanjutnya setelah masalah perkawinan saya berlarut-larut tak tentu arah saat itu.

Ok, jadi formula kehidupan itu adalah begini, (kata adik saya waktu itu),
‘Andaikan total usia kakak adalah 60 tahun, dan sekarang usiamu adalah anggaplah 35 tahun. Berarti kakak masih punya sisa 25 tahun lagi untuk melanjutkan kehidupanmu. Nah, dalam masa 25 tahun kedepan itu, kakak punya beberapa opsi:

1. Melanjutkan kehidupan yang terus terombang ambing seperti ini, karena kakak ga berani mengambil keputusan.

2. Tetap bersama abang, dan berusaha membinanya sekuat tenaga untuk menjadi suami yang baik, dimana tingkat keberhasilan itu dapat kita lihat paling hanya 40%, mengingat upaya2 itu sudah kita lakukan sebelumnya dan sama sekali tidak membawa hasil.

3. Tinggalkan dia dan masa lalu yang kelam itu, melangkah kedepan dengan penuh semangat, mulai hidup baru dengan peluang emas yang terbuka lebar untuk 25 tahun kedepan. Jangan lupa membawa Intan bersamamu kak. (Tutup adik saya sambil berseloroh pada ujung kalimatnya, saya ingat benar intonasi suaranya dan senyum jenakanya mengakhiri kalimat itu).


Saya, jujur waktu itu langsung tersentak mendengar wejangan adik saya ini, dan bagai mendapat suntikan energy baru, mata saya terbuka dan langsung pilih opsi no. 3. Hehehe.

Dan inilah saya kini, Alhamdulillah, bisa melanjutkan hidup saya dengan aman dan damai. Dan beberapa tahun setelah itu berhasil memberikan seorang papa baru bagi Intan.
Hanya sayang, sepertinya kehadiran papa baru ini membuat saya kalah pamor jadinya dimata Intan.
Intan akan selalu membela papanya ini setiap saya marah atau kesal pada sang papa. Hiks..hiks…

Suami saya ini begitu lihai menaklukkan hati putri saya. Tapi saya bahagia melihat keakraban mereka, sementara ayah kandungnya Intan sampai sekarang tak pernah peduli pada putrinya. Biarinlah..

Well, kembali ke Safira, bahagia rasanya melihat wanita ini kembali menemukan semangatnya, senyum manis menghias bibirnya saat berpamitan denganku.

‘Mba, makasih banget, dan jangan bosan kalo aq telp ya, aq butuh banget dukunganmu’.

Saya mengangguk, ‘no worries, call me anytime, tapi juga jangan kecewa kalo ga bisa langsung response in case I am in a meeting or a deadline chasing me, ok?’

Ya Allah, hanya Engkau yang Maha Tau yang terbaik untuk hambaMU, berikan Safira jalan keluar yang terbaik ya Rabbi. Amiin.

14 komentar

  1. Wahaha Mbak Alaika kayaknya cocok ngobrol sama ibuku deh. Ibuku sebel liat pasangan berantem, dan ia juga ga menganggap tabu cerai itu hihihi...

    Masalah hidup tuh ada-ada aja ya mbak. Thanks for sharing. Oiyaaa panggil aku Una aja, hahahaha... umur kita terpaut jauh sekali 20 taun ada kali LOL LOL

    BalasHapus
  2. sekarang ini susah sekali mencari seorang sahabat yang mungkin mengerti keadaan kita dan apa yang situasi kita alami.

    Teman dimana kita bisa curhat, memberikan pendapat dan pengertian...lebih baik pecah di perut tapi tidak pecah di mulut.

    Beruntung sekali sahabai alaika ini ya, punya teman seperti dirimu...moga kita bisa mememgang kepercayaan itu dan keputusan yang di ambil adalah yang tertbaik utk semua

    BalasHapus
  3. hmm, pastinya ini menjadi sebuah pembelajaran

    BalasHapus
  4. *mengambil nafas lega*

    Itulah yg memang seharusnya Mbak Fira lakukan. Untung ada mbak Alaika yg mendampinginya di saat2 dia kalut spt itu dan bisa memberikan pandangan2 yg sangat dibutuhkannya.

    Aku sependapat, orang spt Rendy itu percuma juga dipertahankan. Hanya akan menjadi duri dalam daging saja.

    Semoga mbak Fira tetap kuat dan dapat meninggalkan masa2 gelap dalam hidupnya dan bisa menyongsong esok yg bahagia. Amin,

    BalasHapus
  5. bercerai memang tidak dianjurkan tapi kalau itu jalan yang lebih baik tidak apa2 ya mbak. senangnya punya sahabat untuk bercurhat seperti mbak.

    BalasHapus
  6. Sangat Logis Jika segala upaya menghindari perceraian sudah ditempuh dan hasil nonsense, maka sdh tdk ada alasan utk melanjutkan pernikahan, karena yg tersisa hanya topeng status yg merugikan diri sendiri, terlebih jika ada anak. Kisah Safira mgk tdk sama persis dgn kisah saudara saya, tp main streamnya hampir sama...

    BalasHapus
  7. lanjut ceritanya kesini, makin seru saja, ikut prihatin lagi dengan mbak fira nya,rendinya benerbener sangat suram.

    saya setuju dengan formula kehidupannya, yg di kasih adik mbak itu,boleh saya copy ya? ^^

    BalasHapus
  8. @Una: hehehe, mau donk kenalan dg ibu kamu Na, kapan dikenalin nih?
    hehe, beda usia jauh banget kita ya Na, baiklah... I will call u Una... hehe
    makasih udh rajin mengikuti tulisan saya ya say...

    BalasHapus
  9. @IbuDini: Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan olehNya untuk dapat bantu Safira walau hanya dalam hal sumbang saran mba.... semoga bisa berguna baginya nanti, bs membantunya selesaikan problema kehidupan ini, amiin.
    makasih udah ikuti kisah ini sampai akhir mba, ntar saya akan update lagi jika ada perkembangan ya...
    hehe

    BalasHapus
  10. @Obrolan Blogger: Iya mas, moga bisa menjadi pembelajaran ya..

    BalasHapus
  11. Hai mbak, baru jalan-jalan neh. Lam kenal yak.
    Ceritanya mirip temanku. Dia malah baru tahu kalo suaminya selingkuh pas ceweknya dah hamil. Damn! Tapi ya... gitu. Aku pernah marah banget ama dia. Lah, begitu kok ya, terus ditangisi.
    Baca tulisan ini aku jadi bisa ngobrol apa ama temenku neh. ;-) tfs.

    BalasHapus
  12. sebelumnya thanks yah mbak dah mampir ke blogku...aku keasikan loh baca cerita ini...aku pikir ini just a story like a novel..ternyata kisah beneran yah?...

    BalasHapus
  13. bahagianya punya sahabat kaya mba'.. sahabat yang peduli sm kehidupan sahabat2nya, yang ngasi opini untuk ke depannya... bukan nya bla2 anggapan masyarakat sana sini :), keren mba...

    saya juga suka banget baca blognya mba.. dan izin follow ya mba :)

    BalasHapus
  14. Saya mau comment apa ya?

    hmm... yang pasti banyak pengalaman berharga yan saya dapat dari artikel mbak alaika ini.

    sedikit ide konyol yang tiba2 nongol; next bagi cewek2, kalau mo cari pasangan, coba dech cari co2 yang suka ngeblog.
    hehehe....

    BalasHapus