Terima Kasih Tuhan


Miranti bertingkah aneh. Berawal dari matanya yang membaca sebuah pesan di smartphonenya, lalu wanita itu berlari ke kamar putrinya. Mendapati anaknya yang sudah tertidur pulas, wanita itu hanya mampu menatap. Memandang dengan perasaan mengharu biru. Terenyuh, Ingin sekali dia memeluk tubuh putri semata wayangnya itu, yang kini telah bertumbuh masuk usia 5 tahun.

Air bening mulai mengalir dari kedua pelupuk matanya. Tak terhentikan, berkolaborasi dengan aneka rasa bersalah yang berkecamuk di sanubari, membuat air bening itu semakin deras mengalir.


Duh Tuhan, hampir saja tindakan lima setengah tahun lalu itu, membawanya menjadi seorang pembunuh. Andai saja kala itu mata batinnya tak mampu disentuh oleh sang dokter rupawan, yang dengan penuh kesabaran mencoba membuka alam fikirnya, dan mengorek rasa perikemanusiaan dan kasih sayang yang masih tersisa di lubuk batinnya, mungkin kisah hidupnya tidak akan seperti ini.

Sekar menggeliat. Ekspressi wajah tanpa dosa itu begitu menggugah batin dan membuat rasa bersalah kian mencuat ke permukaan relung hati Miranti. Ingin sekali dia memeluk tubuh mungil itu, namun dia kuatir akan membuyarkan rasa lelap si buah hati. Maka, bergerak dia naik ke ranjang, membaringkan tubuhnya di sisi Sekar, memeluknya lembut. Mencoba mengalirkan kehangatan kasih seorang ibu yang hampir saja [pernah] sirna, dahulu.

Refleks, Sekar membalas pelukan itu, menyurukkan wajah mungilnya ke dada ibunya. Hangat dan damai perasaannya seketika. Miranti mempererat pelukannya, diciumnya kening putri mungilnya, penuh kasih.

“Ya Allah, ampuni hamba, yang hampir saja melenyapkan jiwa yang Engkau amanahkan padaku ini ya Allah. Terima kasih atas kesempatan yang telah Engkau berikan ini. Terima kasih ya Allah.”

Air mata itu kian deras, disertai cairan di hidungnya yang mulai membuatnya sulit bernapas. Sesunggukan kini wanita itu. Untaian kalimat yang dikirim Jimmie, seorang teman diBBMnya, yang sebenarnya tak hanya mengirim pesan itu ke dirinya sendiri, tapi juga ke semua contact yang ada di BBnya Jimmie, sungguh telah memberikan efek lain bagi Miranti.

JIka teman-teman Jimmie yang lain, hanya menanggapi renungan ini dengan ucapan ‘trims for share’, ‘nice sharing’, dan kata sejenisnya, maka Miranti tak sempat berterima kasih pada Jimmie. Wanita itu tertegun, membacanya tiga kali, lalu berlari ke kamar Sekar.

Untaian kalimat itu begitu menyetrum batinnya. Menggugah rasa kasih dan penyesalan bergumpal, bergulung-gulung menjadi satu. Inilah yang membuat air bening itu menganak sungai mengairi pipinya.

Bulan 1: Ma, panjangku hanya 2 cm, tapi aku udah ada di tubuh mama, aku sayang mama, bunyi detak jantung mama itu jadi music terindah yang menemaniku disini.

Bulan 2: Ma… aku udah mulai isep-2 jari imutku lho, oh ya, disini hangat ma, nanti kalau aku udah keluar, mama janji yam au main sama aku.

Bulan 3: ma, meskipun aku belum tau jenis kelaminku, tapi apapun aku, aku harap mama dan papa bisa terima aku dengan bahagia ya ma…, mama janji jangan nangis ya, kalau mama nangis, aku di sini juga ikut nangis. Mama harus percaya Tuhan memberikan keindahan, apapun itu.

Bulan 4; rambutku udah mulai tumbuh lho ma…, ini jadi mainan baruku, oh ya, aku udah bisa menggerakkan kepalaku , putar ke kiri dan ke kanan, hehe.

Bulan 5: Ma, mama tadi ke dokter ya? Apa yang dokter bilang? Aborsi itu apa sih ma? Aku ga di apa-apain kan ma?

Bulan 6: Mama datang ke dokter itu lagi ya ma? Kasih tau dokternya dong ma bahwa aku baik-baik saja disini. Ma, dokter itu mulai memasukkan benda tajam , dan benda tajam itu mulai memotong rambutku… Ma, tolong, aku takut ma…

Benda tajam itu mulai memotong kakiku ma… sakiiit maaaa… tolong aku….
Ma… meskipun aku tidak punya kaki lagi, tapi aku masih punya tangan untuk peluk mama, tapi maaaa… benda itu kini juga memotong tanganku… sakit maaaa… tolong aku mama… aku janji ga akan nakal, ga akan sakiti mama…

Ma, meskipun kini aku ga punya kaki dan tangan lagi, aku masih punya mata dan telinga untuk melihat senyum mama, mendengar suara mama..
Tapi ma… benda itu kini telah memotong leherku juga… ma..bantu aku, beri aku kesempatan untuk hidup. Aku sayang mama, aku ingin peluk mama… ampun maaa, sakiiit.

Bulan 7: Ma…. Aku disini baik-baik saja. Sudah di pelukan hangat Allah, surga itu indah sekali lho ma… dan tau ga ma? Allah telah mengembalikan organ tubuhku yang dipotong oleh benda tajam itu. Jadi aku bisa memeluk, melihat dan mendengarkan suara mama nanti, saat mama kesini.

Allah baik banget lho ma… memelukku, menggendongku, dan juga memberitahukan aku apa itu aborsi. Kenapa mama tega melakukan itu? Padahal aku sayang banget sama mama?
Mama, aku sayang mama, bertaubatlah ma agar mama juga bisa kesini, di surga Allah. Aku tetap sayang dan ingin bersama mama disini. Di surga Allah. Jangan lupa, ajak papa juga ya ma….

Untaian kalimat-kalimat yang tertera di layar BB nya itu begitu sukses menghunjam batin Miranti. Membuatnya terdiam beribu bahasa. Hampir saja dia tak memberi hak asasi manusia bagi Sekar. Hampir saja dia menghilangkan kesempatan Sekar untuk menghirup udara bumi.
Ya ampun, betapa berdosanya aku jika hal itu sampai jadi aku lakukan. Ya Allah, ampuni khilafku ya Allah. Ampuni hamba. Kuatkan diri ini untuk mampu memberi yang terbaik baginya ya Allah. Kuatkan tangan ini, kuatkan kaki ini, kuatkan daya fikir ini untuk selalu giat berusaha, untuk selalu tekun mengingat dan bersyukur padaMu ya Allah. “

Wanita itu pun terlelap dalam doanya, dengan kedua tangannya memeluk erat sang putri, yang kian damai dalam hangatnya kasih sang bunda.

“Ma…. Mama kok nangis? Mama sakit apah?” Suara mungil yang penuh keprihatinan itu membuat Miranti tersentak. Ya ampun, Sekar bangun oleh airmata yang ikut menempel di pipi putrinya itu.

“Mama ga sakit sayang, mata mama perih kebanyakan baca di computer…” Jawabnya spontan. “Bobok lagi yuk sayang… Sekar masih ngantuk kan?”

“Iya mama… Sekar senang deh mama bobok sama Sekar….Sekar sayang banget sama mama”.

Wanita itu tak mampu berkata-kata, tenggorokannya tercekat. Duhai… betapa mulia dan suci jiwamu nak… maafkan mama yang hampir mencoba menyingkirkanmu dari kehidupan mama, batinnya , dan “mama juga sayang Sekar, banget!” adalah lafadz yang diperdengarkannya bagi Sekar. Diciumnya lembut kening Sekar, mendekapnya erat seraya memejamkan mata. Diikuti oleh Sekar, yang turut memejamkan mata, melanjutkan tidur pulasnya. Damai.

9 komentar

  1. pertamax mbak.
    kirain pendek ceritanya, eh ternyata panjang.
    ngantuk, bubug ah....
    :p

    BalasHapus
  2. sepertinya aku pernah baca dialog bayi dalam kandungan itu.
    hmmm... memang aborsi adalah tindakan yang jelek, sama juga melakukan pembunuhan, hanya saya bedanya bayi tak berdosa yg dibunuh.. :(
    tapi hakikatnya kasih sayang seorang ibu itu luas, tidak akan setega itu jika tak diselimuti nafsu syaitan :(
    salam

    BalasHapus
  3. Saya nangis Mba Al di atas kereta. Indah ceritanya..

    BalasHapus
  4. ngomong2 masalah panjang, sekarang panjangku berapa, ea?? bhahaha

    BalasHapus
  5. jadi membayangkan betapa jahatnya aborsi yang tanpa alasan yg kuat
    teganya ya

    BalasHapus
  6. semoga tindakan2 ini tidak ada lagi disebkitar kita ya mbak. sosok mungil yang lucu mereka berhak untuk hidup juga

    BalasHapus
  7. astaghfirulloh,,di tengah banyaknya org yg sgt menginginkan buah hati, malah byk jg yg tega mengilangkan nyawa makhluk kecil tak berdosa itu.. naudzubillah,,

    BalasHapus
  8. alhamdulillah hidayah telah menghampirinya sebelum hal-hal yang diinginkan terjadi,, artikel ini cukup membuat saya tersedu-sedu,, terima kasih,,

    BalasHapus