credit |
Wanita itu tak habis pikir mengapa putra pertamanya itu nekad untuk hengkang hingga keluar negeri, ke Cairo pula. Tanpa woro-woro terlebih dahulu pada dirinya dan suaminya, selaku orang tua Angga.
"Ma, Angga enggak punya konflik dengan Papa, hanya Angga menemukan bahwa ternyata passion Angga bukan di bidang itu Ma. Angga kurang tertarik untuk bekerja di perusahaan Papa. Angga ingin mandiri. Ingin lepas dari bayang-bayang Papa."
Dialog panjang itu tak mampu mengendurkan kekukuhan pendirian Angga. Tak peduli akan diijinkan atau tidak, dia tetap akan melanjutkan niatnya. Hijrah ke Cairo, dimana beberapa temannya telah menanti, menyediakan tempat baginya, dan mencoba memulai hidup barunya di sana.
"Angga, apa Mama dan Papa punya salah sama kamu nak? Bicarakan baik-baik, jangan main pergi seperti ini? Dan juga, Papamu belum tau tentang hal ini. Hargai Papamu, bicarakan dulu dengannya. Ada apa sih Ngga, kok kamu ngeyel banget?"
Angga hanya bisa mengurut dada. Jauh di lubuk hatinya, dia masih sangat ingin tinggal bersama keluarganya. Tidak ada konflik sama sekali yang mengharuskan dirinya angkat kaki dari rumah di mana dia telah menghabiskan masa kanak-kanaknya hingga masa kini. Namun, dia harus segera pergi. Hanya ini satu-satunya jalan untuk menyembuhkan diri. Berita yang disaksikannya di televisi tadi, sungguh membuatnya takut. Tidak, dia tidak ingin mengalami kejadian seperti itu. Jangan Tuhan, selamatkan hamba, sembuhkan hamba, batinnya.
Ibunya masih berwajah duka. Mencoba terus membujuknya namun tak berhasil membuka mulut putranya itu untuk sebuah alasan akurat. Juga sang ayah, yang begitu heran dengan keputusan mengejutkan yang disampaikan putra pertama, penerus perusahaan keluarga ini.
"Pa, Angga sama sekali ga punya masalah dengan Mama-Papa, dengan Fira mau pun Ardi. Hanya saja Angga ingin belajar mandiri. Passion Angga bukan di perusahaan Papa, Angga ingin berusaha di bidang yang Angga minati."
Kalimatnya terdengar tegas, tak ingin dibantah, hingga akhirnya sang ayah tak sanggup lagi menahan diri.
"Ok, Papa enggak melarang kamu belajar hidup mandiri Ngga, apalagi kamu sudah besar, sudah dewasa, kamu punya hak untuk memutuskan langkah kehidupanmu sendiri. Silahkan?"
Tajam suara itu namun nada kesedihan terdengar nyata. Terselip kekecewaan tiada tara di balik nada tajamnya. Angga sungguh merasa batinnya tersayat. Di satu sisi, dia begitu ingin memenuhi harapan ayah ibunya. Namun di sisi lainnya, dia harus menyembuhkan dirinya sendiri. Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Penyakit ini semakin membuatnya terluka dan was-was. Apalagi berita tadi siang di televisi, sungguh membuat nyalinya ciut. Malam harinya, setelah memastikan luggagenya telah dipacking sempurna, diputuskannya untuk menyalakan laptopnya. Sebuah email yang akan dia set untuk terkirim besok pagi pun dia persiapkan.
Ke haribaan Mama dan Papa,
Assalammualaikum Wr. Wb,
Maafkan Angga, yang tak berhasil menjadi anak kebanggaan Mama-Papa, seperti yang Mama-Papa idamkan selama ini. Angga minta maaf yang sebesar-besarnya, karena telah menjadi anak 'sakit jiwa' dengan hati yang tersesat.
Ma, Pa, tak cukup keberanian Angga untuk berterus terang pada Mama-Papa. Angga malu dan takut. Angga sudah berusaha keras untuk meredam rasa ini Ma, Pa. Tapi Angga tak mampu. Rasa ini begitu aneh, liar dan jelas nyeleneh. Angga tau ini terlarang, dan terkutuk. Namun Angga tak kuasa meredamnya.
Angga sudah browsing di internet, mencari tau apa hanya Angga yang mengalami hal ini? Ternyata tidak Ma, Pa. Kelainan/penyakit terkutuk ini menghinggapi 15 persen penduduk dunia. Mencintai saudara kandungnya sendiri secara seksual! Dan penyakit itu kini menghinggapi anak Mama-Papa ini. Ampuni Angga Ma, Pa, yang sudah bikin Mama-Papa kecewa. Angga sudah berusaha meredam rasa ini, Angga berusaha merubah kasih sayang dan cinta Angga terhadap Fira, layaknya cinta dan kasih seorang kakak terhadap adiknya. Namun Angga tidak berhasil Ma, Pa. Menjadi pengawal Fira kesana kemari selama bertahun-tahun, membuat kedekatan itu, kasih sayang itu, berangsur berubah arah. Dua tahun sudah Angga berperang melawan rasa ini, berusaha keras mengembalikannya pada jalur yang benar, namun Angga belum mampu. Sisi buruk hati Angga sangat mencintai Fira, dan ingin sekali menjadikannya sebagai kekasih. Dan Angga tau persis itu adalah SALAH dan TERLARANG.
Kemarin sore, Angga melihat berita di TV, tentang seorang adik yang dibunuh oleh kakak kandungnya karena si adik menolak cinta si kakak. Ya Allah, betapa menjijikkan kenyataan itu. Dan Angga jadi takut sendiri. Angga harus menjauh dari Fira Ma, Pa. Ijinkan Angga pergi, mencoba menyembuhkan diri Angga. Doakan Angga. Angga ingin menjadi anak kebanggaan Mama-Papa, as always.
Pesan Angga, jangan ciptakan kebersamaan antara Ardi dan Fira BERLEBIHAN, karena begitulah awal kisah ini terjadi. Tidak, Angga tidak menyalahkan Mama-Papa. Tidak ada yang patut disalahkan dalam hal ini. Doakan Angga ya Ma, Pa. Semoga di negeri baru nanti, Angga bisa mengubah rasa nyeleneh ini menjadi rasa yang seharusnya untuk Fira. Angga cinta dan sayang banget pada Mama-Papa, Fira dan Ardi.
Wassalam ananda,
Angga Ryanto.
Written by Alaika Abdullah
Inspired from kata kunci 'cinta terlarang'
Bandung, 7 Maret 2013
Bandung, 7 Maret 2013