Rumah Fiksi Alaika Abdullah
  • Home
  • Download
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us
Judul diatas terinspirasi dari sebuah artikel di blognya sahabat, mba Reni, yang berjudul Indahnya Kebersamaan (saya sengaja tidak mengubah judulnya karena sudah pas banget dengan artikel yang akan saya tulis).. ga pa-pa kan mba Reni jika judulnya sama? Hehe.

Well, terus ceritanya gimana? Akan sama juga dengan isi artikelnya mba Ren? Idih… kalo sama sih namanya nyontek donk? Artinya saya ga kreatif donk. Ogah ah dibilang ga kreatif…
Sesuai judulnya, Kebersamaan, apakah itu dengan orang-orang terkasih (suami, anak, ayah ibu, adik-kakak, atau anggota keluarga terdekat lainnya) atau hanya dengan sahabat lama yang sudah sekian lama tak bersua, tetap saja memberikan nuansa keindahan tersendiri. Benerkan ya?

Kali ini, saya ingin bercerita tentang kebahagiaan yang tercipta di keluarga utama kami, setelah enam bulan lalu dirundung mendung berkepanjangan. Mendung yang membawa badai bagi ibunda tercinta akibat putra kesayangannya (yang telah sekian lama berdomisili di Istambul, Turkey), nekad tetap melanjutkan niatnya menikahi seorang gadis asal Bella Rusia, tentunya setelah si gadis ikhlas menjadi seorang muslimah.

Berbagai upaya yang kami lakukan untuk meluluhkan hati ibunda tercinta agar berkenan merestui pernikahan putra terkasihnya ini sama sekali tidak membawa hasil.

Usia yang kian bertambah, tak juga mampu mengubah karakter keras kepala sang ibunda kami. Kisah saya kini terulang pada Fadjri, menikah tanpa restu orang tua. Beruntung Fajri masih mendapatkan dukungan dan restu dari kami semua (ayahanda, saya/kakaknya, Edo/abangnya dan Rizal/adiknya). Yang tetap berjuang keras melobby ibunda agar luluh merestui. Namun sayang, Allah belum berkenan membuka pintu baja ini.
Dana yang sedianya sudah dicadangkan untuk tiket perjalanan saya dan ayahanda ke Istambul terpaksa kembali duduk manis di rekening Fadjri, karena hanya Edo yang jadi berangkat ke Istambul menghadiri pernikahan adiknya ini.

Saya dan ayahanda terpaksa mengundurkan diri, demi menghargai perasaan ibunda. Juga karena kami tidak ingin diambekin oleh sang ibu berhati baja ini. Duh…Ibuku tercinta….whatever, you are the only mom I do admire!





Berbagai upaya yang kami lakukan jadi patah arang. Tak berarti apa-apa berhadapan dengan ibu yang perkasa. Beliau tetap pada titahnya. Tetap pada pendapatnya, bahwa orang lain boleh saja bermenantukan seorang bule’, seorang mualaf, tapi tidak dengan wanita bernama Fatimah ini. Fatimah orang kampung yang tidak akan menerima menantu non muslim. Padahal sudah berulang-ulang kita jelaskan bahwa si menantu ini telah menjadi saudara seiman, telah muslimah.

Tetap saja, tiada kata-kata pembenaran yang berhasil mengubah pendapatnya. Fadjri harus berlapang dada dan semakin meningkatkan frekuensi dan kualitas berdoanya, mengetuk pintu kasih Ilahi agar berkenan membuka pintu hati sang ibunda. Karena hanya keajaiban dari Allah sajalah yang akan mampu mengubah semua ini.

Kami semua telah menyerah, hanya saran agar Fadjri tetap memperkuat doanya saja yang mampu kami berikan untuk menghibur hatinya. Aku bahkan sempat meneteskan airmata membaca balasan email ayahandaku untuk Fadjri yang diforward Fadjri padaku. Agar Fadjri pantang menyerah, tetap berdoa dan berusaha, bahkan jika tak satupun sms ataupun telpnya yang dijawab oleh ibu.

Hari itu, Senin malam, di penghujung October 2011, Fadjri mengajakku masuk ke kamar hotel tempat dia dan istri cantiknya menginap. Ya, sesuai strategi yang telah kita atur, Fadjri memanfaatkan momen dinasnya ke Jakarta dengan mengubah rute penerbangan, diawali dengan cuti tahunan yang dia manfaatkan untuk usaha super ini. Ditugaskan ke Jakarta selama 5 hari, Fadjri berinisiatif untuk singgah terlebih dahulu di Banda Aceh mencoba meluluhkan hati sang ibu. Jadilah rute penerbangannya menjadi, Istambul – Dubai, Dubai – Kuala Lumpur (7 hari), Kuala Lumpur – Banda Aceh (selama 9 hari), baru kemudian Banda Aceh Jakarta (5 hari), Jakarta – Bali (5 hari), Bali – Kuala Lumpur, Kuala Lumpur – Dubai, Dubai – Istambul.

Masih teringat betapa harunya aku memeluk adikku itu saat pertama kali bertemu. Kangen, terenyuh. Apalagi melihat tubuhnya yang mengurus (aku yakin, batinnya tersiksa karena belum mendapat restu ibuku). Hiks..hiks.. Tak sabar saat itu aku untuk segera bertemu dengan sang adik ipar yang di foto aku lihat seperti boneka Barbie. Dan ya Allah….. Masyaallah… , benar… persis Barbie. Sehingga saat itu Intan langsung berbisik ke telingaku ‘Mi…. cantik banget, kayak Barbie!!, OMG.”

Tak lama setelah kedatanganku, kedua adikku yang lainnya (kami adalah 4 bersaudara, aku anak pertama dan satu-satunya perempuan) menyusul. Dalam keharuan, kami semua memutuskan untuk makan malam di luar sambil mengatur strategi untuk esok harinya. (Scenerio pertemuan Fadjri dengan ibunda).
Berbagai kemungkinan kami kaji. Dari yang terburuk (penolakan) hingga yang menggembirakan (diterima dan diampuni). Disepakati bahwa esok pagi, Fadjri akan ke kantor ayahanda terlebih dahulu demi menghargai hati sang ayah agar tidak merasa didahului, sebenarnya kami sudah sangat ingin mengundangnya untuk pertemuan malam ini, hanya kuatir nantinya beliau tidak sanggup menahan diri dan ujung-2nya malah membocorkan rencana ini pada ibunda, sehingga ‘serangan fajar’ ini jadi gagal sempurna.

Pagi itu, sekitar pukul 10.15 wib saat Fadjri menelphoneku dengan gugup, bahwa ibunda ngamuk, dan akhirnya menangis tersedu di dalam kamarnya tanpa mau mendengarkan Fadjri maupun Rizal. Memang pagi itu Rizal sengaja tinggal di rumah untuk berjaga-jaga, in case terjadi hal-hal seperti ini. Ibunda terus saja menangis histeris, menyesali nasibnya, memarahi Fadjri, dan tetap saja meracau.

Untung meeting pagi itu sudah selesai bagianku updating the progress, sehingga aku leluasa untuk menyelinap dan tega lari dari kantor sejenak. Dan hanya butuh 5 menit by car diriku sudah bergabung dengan Fadjri dan Rizal. Kudapati kini ibunda telungkup di atas spring bednya, dielus punggungnya oleh Fadjri dan Rizal. Terharu hati ini. Tetesan air mata tak mampu tertahan. Kuusap lembut rambut ibuku, sambil menciumnya perlahan.

“Mi…. ssst…. Minum air putih dulu ya…. Tuh udah pilek…” Bujukku.


Rizal menyodorkan segelas air putih yang memang sudah disiapkannya. Tak lama ayahandaku pun tiba. Wajah bijaksana itu tak mampu menahan airmata. Dipeluknya erat Fadjri yang bangkit menyambutnya. Ayahku menangis, tersedu. Aku apalagi? Tak tertahan airmata ini, mengalir sempurna.

Merapat ke tempat ibuku, ayah berkata 

‘Ayah mohon, ampuni Fadjri Mi…, jauh-jauh dia kembali, menjenguk dan memohon restumu…’.

Ibuku semakin menjerit, menangis tersedu. Kucium ibuku, kuusap airmatanya dengan tissue yang disodorkan Rizal.

‘Mi…. Fadjri tetap sayang sama Umi…. Umi satu-satunya ibunya. Memilih Oksana bukan berarti dia mengenyampingkan Umi…’. Lembut kucoba bersuara. Disambut Fadjri antusias.

‘Iya Mi…. ampuni Fadjri…. Fajri kesini untuk Umi, mau nengok Umi… Fadjri tetap sayang sama Umi, sangat.’

Diraihnya jemari ibunda, diciumnya. Ayahku juga sudah duduk di sisi ibundaku, membelai lembut kepalanya. Saat itu, Ibuku tak ubahnya seorang ratu yang sedang tertidur sakit, dan merajuk.. dikelilingi oleh orang-orang terdekatnya yang berusaha membujuk.

‘Kalo kamu sayang, kamu ga akan membantahku… menyesal kusekolahkan kamu jauh-jauh. Menyesal kuijinkan kamu merantau ke seberang sana jika seperti ini jadinya!’ masih juga meracau.

Berbagai kalimat bujukan tak henti silih berganti mengalir, membujuk sang ratu ini agar luluh. Terbayang situasi yang hampir sama, terjadi saat aku dibuang dari keluarga gara-gara menikah dengan ayahnya Intan. Sulitnya lagi, saat itu, diriku hanya berjuang seorang diri. Seluruh anggota keluarga tak satupun yang mendukung. Perih nian masa-masaku itu. Untung tsunami melanda (setelah 9 tahun diriku tercoret dari keanggotaan keluarga). Allah mengirimkan tsunami ke Aceh untuk membuka pintu baja di kalbu ayah bundaku.

Lelah meracau, dan mungkin termakan oleh serangan bujukan dari kami yang datang silih berganti, suara ibuku melunak, dan mulai mau menjawab obrolan kami. Pertanda baik yang tak kami sia-siakan donk. Aku sendiri lupa bagaimana asal usulnya, tiba-tiba obrolanku adalah tentang rencana mengajak ibunda facial lagi di salon langgananku, yang memuji wajah ibuku yang masih mulus di usia tuanya (60 tahun). Obrolan ini disambut dan dibumbui oleh Fadjri dan lainnya, yang juga secara terselubung memuji ibu, sehingga hatinya jadi berbunga. Hehe….

Ujung-ujungnya beliau bersedia diajak makan bersama di luar rumah, dan berkenan menerima Fadjri kembali. Deg-degan saat kami menanti jawabannya saat Fadjri meminta ijin untuk membawa juga istrinya pulang ke rumah, saat itu adik iparku, Oksana, tinggal di Hotel, sesuai skenerio yang kami susun.

Alhamdulillah, ibunda tak menolak, bahkan merelakan kamar tidurnya untuk sang putra kesayangan dan menantu baru… sungguh ajaib. Dan kuyakini, hanya Mukjizat Ilahi yang mampu merubah kekerasan hatinya itu dan menukarnya dengan situasi baru ini. Oh my God. Engkau sugguh Maha Pengasih dan Perkasa ya Allah.

Kebahagiaan menyelimuti Fadjri dan istrinya (yang tadi malam sudah setengah mati mempersiapkan mentalnya menghadapi kejadian terburuk), menyelimuti hati kami juga tentunya. Ibuku dengan heboh (seperti biasanya dalam menyambut tamu…), minta tolong si mba ku untuk beberes kamar. Demi menyambut sang menantu baru yang cantik jelita.

Detik-detik berikutnya adalah menjadi milik Fadjri dan sang istri, karena kulihat setelah kembali dari makan siang, ibuku sudah berfoto ria dengan Oksana di tengah taman bunga milik ibuku, di pekarangan rumah. Ampun dweh Umiku ini…..

Alhamdulillah atas anugerahmu ya Allah, sehingga seminggu kemudian, Idul Adha kami terasa sempurna oleh lengkapnya kehadiran seluruh keluarga. Berbagai masakan dimasak ibuku walau setiap hari Oksana hanya sanggup menyantap kentang rebus, wortel dan tomat sebagai makanan utamanya. Ampun deh.
Sebuah cincin emas bermotif pintu Aceh dilingkarkan ibuku di jari manis Oksana, plus beberapa helai gamis dan mukena cantik menyambut idul Adha dibelikan ibu untuk menantu cantiknya ini…

Kebahagiaan Oksana dan Fadjri adalah hadiah Allah bagi kami semua tahun ini. Alhamdulillah wa Syukurillah. Semoga kebahagiaan dan kedamaian ini abadi ya Allah. Amiin.

Semoga kebahagiaan ini senantiasa memayungi kami semuanya ya Allah... Amin Ya Rabbal Alamin.
Kisah sebelumnya.....

 

Seekor anak kerang menangis sendu, mengadu pada sang bunda.
“Ibu, badanku sakit sekali…. Perih dan ngilu….. bantu aku ibu… kuakkan kulitku dan keluarkan pasir yang menyusup ke dalam tubuhku….”

Sang bunda hanya dapat memandang ananda dengan tatapan pilu. Perih hatinya, dan penderitaan sang anakpun seakan lekat dirasakannya. Ucapnya..

“Nak…. Maafkan ibumu ini, tak mampu ibu membantumu sayang…. Kita diciptakan sang Maha Kuasa tanpa sepotong tanganpun…., sehingga ibu tak mampu menguak cangkangmu dan mengeluarkan pasir yang menyusup ke dalam tubuhmu itu nak….”

Sang anak semakin merintih, menangis sendu merasakan goresan butiran-butiran pasir yang menyayat tubuhnya.

“Ibu… ini sakit sekali, aku tak mampu bertahan bu…. Apa yang harus kulakukan? Mengapa kehidupan ini begitu kejam? Aku sakit bu….!” Rintihnya, membuat sang ibu ikut menitikkan airmata, merasakan perih yang sedang mendera sang ananda tercinta.

“Sayang…. Tabahkan hatimu…. Kuatkan semangatmu untuk bertahan. Percayalah, dirimu diberi kekuatan untuk bertahan atas cobaan yang sedang diberikanNya bagimu. Tetaplah semangat anakku. Balutlah pasir itu dengan carian perutmu. Percayalah, rasa sakit itu akan berkurang jika kamu menuruti nasehat ibu.”

Anak kerang pun menuruti nasehat sang bunda. Terkadang rasa nyeri itu dirasakan berkurang namun tak jarang rasa nyeri semakin mendera. Namun kekuatan semangat yang selalu disuntikkan sang bunda, adalah penyelamat dan pelipur lara dan deritanya.  Walau kadang kala, saat rasa sakit tiada tara mendera, nasehat sang bunda terpaksa diragukannya. Dengan air mata, dia berusaha bertahan. Bertahun lamanya hingga tanpa disadarinya butiran pasir yang mulai mengeras oleh cairan perutnya, kini semakin terbentuk, halus. Mulus. Makin lama makin halus, mengkilat dan kemilau. Rasa sakit pun mulai berkurang. Butiran pasir yang mengeras itu, ternyata membentuk sebutir mutiara yang kian membesar, indah dan mempesona.

Suatu hari, seorang penyelam menemukan si kerang kecil. Dijumputnya kerang mungil itu dan membawanya ke permukaan. Berserulah dia pada temannya di atas perahu.

“Hei… lihatlah, aku menemukan sebuah kerang dibalik karang, dan ini kerang mutiara!” 
Gembira sekali suara si penyelam. Temannya mendekat, memperhatikan dengan seksama. Sebilah pisau diambil sahabat si penyelam dari perahu, dan dicungkilnya salah satu cangkang si kerang kecil. Tampaklah saat cangkang terkuak…. Sebutir cahaya berkilau indah dari dalam kerang kecil. Sebutir mutiara, tampak menempel indah disana. Begitu menakjubkan, membuat kedua penyelam tersenyum bahagia.

“Terima kasih Tuhan atas berkah ini.” Penantian sang kerang kecil berakhir sudah. Pasir yang mulanya menyakitkan, menderanya tiada henti…kini berubah menjadi sebutir mutiara indah berkilauan.

Sobats….terkadang cobaan terasa memang begitu menyiksa… bahkan terkadang membuat kita putus asa dan bahkan ingin mengakhiri kehidupan. Namun berapa banyakkah diantara kita yang masih menyadari bahwa dibalik cobaan itu ada hikmah? Bahwa dibalik ujian akan ada kemenangan? Bahwa dibalik penderitaan ada kebahagiaan yang telah dipersiapkan?

Banyak dari kita yang langsung menuduh Tuhan tidak adil, saat kita merasa kehidupan kita begitu miris, sementara kehidupan teman kita yang lain begitu terlihat indah?
Berapa banyakkah dari kita yang langsung menuduh Tuhan tidak sayang kita, hanya karena cobaan yang diberiNya terlalu berlarut dan berkepanjangan? Sementara kita melihat teman kita begitu menikmati kehidupannya. Tahukah kita bahwa dibalik kegembiraan atau kebahagiaan yang terlihat dinikmati si teman, ternyata dia juga menanggung penderitaan dalam bentuk lain yang tiada tertahankan jua?

Penantian bagi sang kerang kecil, untuk mengubah pasir menjadi mutiara berharga tentu sangatlah menyiksa. Sang kerang mencoba bertahan tanpa pernah tahu kapan penderitaan itu akan berakhir.
Tidakkah ini mengajarkan kita satu hal? Bahwa untuk mencapai keagungan diperlukan waktu dan kesabaran prima? Untuk menjadi hiasan para ratu dan bangsawan, sang kerang perlu waktu bertahun untuk bertahan dalam penderitaannya? Butuh malam-malam yang penuh doa, rintihan dan tangisan?

Sobats,
Hidup adalah pilihan. Menjadi kerang dengan mutiara indah nan berharga atau hanya cukup menjadi tiram yang dijual murah di pasar ikan? Setiap pilihan tentu penuh resiko dan konsekuensi. Tinggal diri kita yang menentukan pilihan hidup mana yang akan kita tempuh. Iya toh?
Semoga kisah kerang mutiara ini dapat memberi kita hikmah berharga dalam menapaki jalanan kehidupan ya sobs….

Saleum,

Alaika
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Kejutan Manis di Sabtu Pagi
  • Tirai Yang Tersingkap
  • Cukup Sudah
  • DONGENG KEHIDUPAN I
  • Ya Ampun, Mati Kita Nak!!
  • Gempa dan tsunami lagi? Oh No!! (tamat)
  • Alkisah; THE POWER of LOVE
  • Hari ini, tujuh tahun yang lalu
  • When he had to say Good Bye
  • Pangeran dari negeri Maya

Categories

  • cerbung 9
  • cerbung: Dongeng Kehidupan 2
  • cerbung: Kisah Sedih di Hari Minggu 2
  • cerita pendek 20
  • cerpen 1
  • edisi kangen Intan 1
  • Flash Fiction 1
  • Gaya Gay 1
  • gempa bumi 3
  • just a note 1
  • Kisah Hidup 6
  • lesson learnt 1
  • non fiksi 3
  • renungan 3
  • rupa-rupa 1
  • true story 1

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • Desember 2017 (6)
  • Oktober 2017 (2)
  • Juli 2017 (1)
  • Juni 2016 (1)
  • April 2016 (3)
  • Maret 2015 (1)
  • Juni 2014 (1)
  • Juni 2013 (1)
  • Maret 2013 (3)
  • Februari 2013 (3)
  • Desember 2012 (1)
  • November 2012 (2)
  • Oktober 2012 (3)
  • Juli 2012 (1)
  • Juni 2012 (1)
  • Mei 2012 (1)
  • April 2012 (2)
  • Maret 2012 (2)
  • Januari 2012 (2)
  • Desember 2011 (4)
  • Oktober 2011 (2)
  • September 2011 (1)
  • Agustus 2011 (2)
  • Desember 2010 (1)
  • November 2009 (2)
Diberdayakan oleh Blogger.

Kisah yang tertuang di halaman ini terinspirasi dari cerita sahabats, imajinasi dan berbagai hal lain yang terjadi dalam kehidupan.

Happy Reading sobs!

Laporkan Penyalahgunaan

Home

  • Home
  • About
  • Cerpen
  • Cerbung
  • Virtual Corner
  • Zona Misteri

Mengenai Saya

Foto saya
Alaika Abdullah
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Popular Posts

  • Lusina 1
  • Kisah Sedih di Hari Minggu I
  • When he had to say Good Bye
  • Alkisah Chapter I

Labels

Copyright © Kinsley Theme. Designed by OddThemes