Suatu hari di bulan Ramadhan, dua hari lagi menjelang Idul Fithri
gambar dari sini |
Cahaya mentari mulai
redup ketika aku mengijinkan Intan menggelar tikar di bawah pohon rindang di
depan rumah, untuk bermain rumah-rumahan bersama seorang putri tetangga
sebelah. Kala itu, Intan masih berumur 4,5
tahun, sementara si putri tetangga berumur 3 tahun setengah. Sesekali kuintip keduanya yang sedang
bermain, damai tanpa berselisih paham. Seperti biasanya, sebagai anak yang
lebih tua, Intan memimpin permainan. Kulihat mereka bermain boneka beruang.
Aman-aman saja.
Aku melanjutkan
pekerjaanku di dapur, menyiapkan penganan berbuka puasa sembari meneruskan
menggoreng kacang tojin, selaku salah satu penganan wajib menyambut Idul Fithri.
Intan asyik sendiri
dan akupun asyik sendiri. Hidup ini terasa begitu indah dan aku begitu
menikmati suasana saat itu. Kulanjutkan pekerjaanku sambil bernyanyi-nyanyi
kecil walau sebenarnya suaraku sama sekali tidak merdu. Tapi peduli amat,
paling yang dengar juga Intan dan temannya, sementara Ayahnya Intan yang sering
protes dan minta aku berhenti menyanyi sedang tidak di rumah. Asyik, aku lah
sang penguasa. Hehe.
Aku terus asyik
dengan pekerjaanku sambil melanjutkan dendangan, dunia terasa begitu menyenangkan… hingga kemudian aku teringat belum melongok
keluar untuk melihat Intan dan temannya. Kutinggalkan sejenak penggorengan,
bergegas aku mengintip dari ruang tamu, dan keduanya tak lagi terlihat di bawah
pohon rindang. Sementara si Mickey Mouse dan beruang Teddy kesayangan Intan
masih tergeletak dalam damai di atas tikar.
“Lho, kemana tuh anak-anak?” pikirku seraya menajamkan telinga. Tak terdengar bunyi apapun
selain music lembut dari tetangga sebelah. Ibunya Siska, si teman Intan
bermain. Kuarahkan kakiku ke kamar, yang pintunya terbuka. Kusibak gorden
pintu, perlahan agar tak mengganggu keasyikan mereka bermain atau malah
jangan-jangan keduanya sudah tertidur pulas di tempat tidurku……
Tapi ya Allah….
Terbelalak aku menatap penampakan yang terpampang di depan mata….
Astaurgfirullahhalazim…..
Masyaallah, mati kita…..
“Ya ampun sayang!
Mati kita Nak!”
Kurebut perlahan
gunting ditangan Intan yang sedang asyik menggunting rambut Siska, bak seorang
tukang salon kawakan yang sedang menggunting rambut pelanggannya. Masyaallah,
rambut Siska jadi cobel-cobel dibuat Intan. Bagian tengah kepalanya malah hanya tinggal 2 cm dari kulit kepalanya. Mati aku, bagaimana harus menjelaskan pada ibunya
Siska ini? Oh my God… Ampun deh anakku ini….
Sebenarnya ingin
tertawa terpingkal-pingkal melihat hasil kreasi Intan di kepala Siska, namun
mana mungkin rasa geli ini memenangkan rasa kuatir yang langsung bersemayam dan
menguasai jiwaku, membayangkan amarah dan amukan ibunya Siska nanti…..?
Aku segera berlari
mematikan api kompor, kacang tojinku ternyata telah sukses berwarna coklat tua.
Biarin deh. Tak lagi kuangkat kacang itu, kubiarkan saja berenang dalam minyak
panas dan aku kembali ke Intan dan Siska. Intan kecil masih belum menyadari
perbuatannya. Dia malah masih tersenyum bangga akan kreasinya. Aku mengurut
dada. Ya ampun nak… sebenarnya ini bukan kali pertama putri kecilku berakting
sebagai seorang tukang salon. Pernah poniku jadi korban saat tidur siang
dengannya. Entah bagaimana dia bisa mengambil gunting rambut (yang biasa aku
pakai untuk menggunting rambut Intan), yang aku simpan di laci lemari, dan saat
tertidur lelap, rambutku pun jadi korbannya.
Amarahku hampir tak
teredam kala itu, mengetahui poniku telah terpangkas sempurna oleh tangan
mungilnya Intan. Tapi mau apalagi, tak guna mengamuk pada anak kecil yang kala
itu baru berumur 3 tahunan. Eh sekarang kejadian lagi, dan korbannya adalah
anak tetangga sebelah. Oh my God. Help me….
Kugendong Siska yang
masih senyum bangga dengan hasil guntingan Intan. Anak kecil ini tak menyadari
betapa menurunnya penampilannya akibat rambutnya yang telah cobel-cobel dibuat
Intan. Dasar anak-anak. Kutuntun Intan dan kami bertiga menuju rumah Siska.
Kuketuk pintu
perlahan, dan pasti sobats bisa membayangkan betapa kaget dan marahnya ibunya
Siska mendapati putri cantiknya telah berambut amburadul seperti itu?
Walau masih menjawab
salamku dengan khidmat, wanita itu tak urung terlihat kaget, dan mulai marah.
Yang tentu saja kuterima dengan lapang dada, tanpa sedikitpun kucoba membela
diri. Apa yang mau dibela coba sobs, seutuhnya salahku, yang membiarkan mereka
berdua bermain tanpa pengawasan.
Aku minta maaf
sebesar-besarnya pada ibunya Siska, menyatakan bahwa semua ini adalah salahku
yang terlalu asyik di dapur, dan terlalu yakin bahwa keduanya masih aman damai
bermain di bawah pohon. Seperti keadaan yang aku dapati setiap aku ke depan
untuk melihat dan memastikan bahwa mereka bermain dengan baik dan damai.
Tapi siapa sangka, di
saat-saat terakhir, saat aku menunda untuk melihat mereka lagi, justru mereka
telah pindah tempat. Masuk ke kamarku dan senyap. Aku kira malah sedang tidur,
eh siapa sangka jika sedang main salon-salonan.
Aku minta maaf yang
sebesar-besarnya dan Alhamdulillah ibunya Siska juga berjiwa besar. Memaklumi
jika semua ini adalah karena mereka hanya anak kecil yang belum tau apa-apa.
Dan aku juga berjanji tak akan membiarkan Intan main gunting-guntingan lagi.
Untung hanya rambut yang dipangkas, oh Tuhan, aku jadi ngeri sendiri
membayangkan hal-hal lainnya. Lindungi kami ya Allah, doaku kala itu.
Selanjutnya kuajak
ibunya Siska membawa Siska ke salon dekat rumah, untuk menyempurnakan hasil guntingan
Intan. Dan jadilah Siska seperti prajurit yang baru lulus ABRI, hehe. Dipangkas
catam mengingat rambut terpendeknya di tengah kepala tak bisa diapa-apain lagi.
Huft.
Pelajaran paling
berharga bagiku hari itu, keep watching your child even though you think that
she/he is okay and in good environment. Anak-anak bisa berbuat apasaja, belum
tau pasti mana yang baik dan buruk. Tetap perhatikan, terlebih jika sedang
bermain dalam keadaan senyap. Curigai itu, jangan-jangan sedang asyik dengan
sesuatu yang membahayakan. J
Well sobs,
Begitulah kisah
kekonyolan yang dilakukan Intanku, pernahkah putra putri sobats menghadiahkan
‘sesuatu’ yang bikin jantung sobats berdegup kencang? J
kembali ke paragraf awal....