Rumah Fiksi Alaika Abdullah
  • Home
  • Download
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us
Sedari pagi wanita enam puluhan tahun itu telah sibuk. Didesaknya suaminya untuk mengantarkannya ke pasar. Hari ini, dia akan membuatkan penganan khas Aceh, Timphan asoe kaya, kesukaan putra tercinta. Mimpinya tengah malam tadi begitu jelas. Seorang kakek tua berjanggut putih, mampir di beranda. Menyapanya kala dia sedang menyulam. Obrolan singkat yang misterius terjadi dalam sekejap, dan si kakek menghilang kala pesan yang disampaikannya tertangkap jelas.

"Mama.... itu kan hanya mimpi ma... bunga tidur!"
"Ga pa, ini pertanda...mama yakin Arman akan kembali. Mimpi itu begitu jelas. Ayo donk pa, antar mama ke pasar!" Tak guna membantah, istrinya tak akan berhenti sebelum iya mengiyakan.

Penuh cinta wanita itu mengadon tepung, menggilas pisang dan mengurut daun. Membuat Timphan kesukaan ananda. Peluh yang menitik di dahi tak membuatnya lelah. Komat kamit bibirnya mengalirkan zikir, bermohon agar impian itu mewujud nyata. Suaminya berharap-harap cemas. Sungguh kuatir hatinya akan kekecewaan yang akan melanda, jika ternyata impian itu hanya sebuah bunga tidur belaka. Ditelefonnya putrinya yang tinggal di kota lain, diam-diam.

"Masak sampai segitunya pa?" Modulasi Meta terdengar heran, kaget dan setengah tak percaya. Dibayangkannya ibunya yang sedang mengadon tepung. Perih hatinya. Bagaimana jika Arman tak datang? Ibunya akan kecewa dan semakin terluka..

"Iya Met, ibumu begitu yakin akan mimpinya. Kakek yang berpakaian serba putih itu mengatakan Arman akan datang sehabis azan Isya nanti, dan ibu mu begitu percaya. Papa jadi sedih Met..,, takut ibumu kecewa nanti.."

Meta merasakan kekuatiran yang dalam di suara ayahnya. Semakin miris hatinya. Duh Arman, kemana kamu yang dulu dik? Mengapa jadi sekacau ini? Tidakkah kamu kasihan pada papa dan mama? Pulanglah adikku. Pulang sayang.... kembalilah jadi Arman kami yang dulu...


*****

Waktu terus berlalu. Kumandang azan Isya terdengar syahdu. Suami istri enam puluhan tahun itu telah begitu rapi. Sang suami sebenarnya tak begitu yakin, namun menghargai dan menjaga hati sang istri, diturutinya permintaannya. Duduk berdua mereka di kursi teras. Sengaja lampu teras dimatikan agar cahaya tak terlalu terang. Tiga puluh menit setelah azan usai, tak juga ada pertanda. Lelaki tua itu mulai resah. Was-was membayangkan air bening akan luruh dan menelaga di mata istrinya. Kuatir membayangkan keping hati tua mereka semakin berlumur duka....

Benar saja, dua jam mereka bersabar menanti. Namun pertanda satu pun tiada. Meta tak sabar menanti berita, ditelefonnya nomor ibunya.

"Assalammualaikum mama... gimana ma? Mama baik-baik saja kan?" Tak tau harus berkata apa. Pedih hatinya.

"Waalaikumsalam Meta... iya nak, mama baik-baik saja. Kenapa sayang? Arman belum datang. Mungkin sebentar lagi nak, nanti mama kabari ya.." Lembut tapi gusar suara itu.

Meta menitikkan air mata. Tuhan, jangan tambah duka lara mama, ringankan beban ini ya Allah. Bolehkah kami minta Arman kembali? Please...

“Assalammualaikum Nak…”. Lelaki tua itu menyapa si lelaki muda yang baru saja menemuinya di depan pintu. Tatap mata muda itu terlihat dingin. Rahangnya terlihat keras dan kaku.

“Alaikumsalam! Ada apa bapak kemari?” Dingin suara itu. Tak ada secercah kehangatan pun terlintas di modulasi itu.

Miris benar keping hati tua itu. Harusnya dipatuhi saja wejangan istrinya tadi pagi. Harusnya diurungkan saja niat untuk menyambangi laki-laki muda ini. Namun kini, dia telah berdiri di depan pintu rumahnya, berdiri tegak di hadapan lelaki tampan itu.

“Fik, bapak ga ingin mengganggu, hanya singgah karena lewat di depan rumahmu. Terus bapak ingat, mau minta alat teraphy itu untuk bapak, kalo boleh. Kan Fikri tidak menggunakannya kan?” Lirih suara itu. Diusahakannya sekuat tenaga menahan air mata yang mulai beriak, mendanau di kelopak matanya yang telah menua.

“Kayla…., Kay….!” Bukannya menjawab si lelaki tua, lelaki muda ini malah berteriak memanggil istrinya. Seorang wanita muda pun keluar. Menatap datar si lelaki tua.
“Ya bang?”

“Tolong ambilkan foot therapy itu, kasihkan untuk binatang tua ini biar cepat dia pergi.! Harusnya sudah di neraka tapi kok masih saja ada di dunia ini!” Mengakhiri kalimat busuknya itu, lelaki muda berwajah tampan itu membalik tubuh, melangkah menjauh.

Tinggallah si wanita muda, menatap datar si lelaki tua yang airmatanya langsung luruh. Tak tertahankan lagi. Tersedu dia, tak kuasa menahan diri. Harusnya dia dengar kata-kata istrinya tadi pagi. Jangan kesana, jangan kesana. Tapi langkah kaki dan panggilan hatinya memang mengharuskannya hadir untuk mendapatkan serapah ini. Oh Tuhan, apa salah hamba hingga anak kandung yang begitu penyayang itu kini berubah drastis. Kembalikan putra kami ya Allah, doanya dalam tangis.

Meutia tersentak dari tidurnya. Masih tengah malam ternyata, namun mimpi itu begitu nyata. Jelas sekali adegan itu terlintas di dalam tidurnya.
Ya Allah, selamatkan batin ayahandaku, selamatkan keping hati ibundaku… Jangan tambah lagi penderitaan mereka ya Allah, hamba kuatir mereka semakin tak berdaya… Ampuni adik hamba ya Allah, kembalikan dia pada kami. Sadarkanlah dia ya Allah….

Tak sabar dia menanti subuh. Sulit memejamkan kembali matanya yang tak mampu dia ajak kompromi. Akhirnya, via skype from ipadnya, dia call adiknya Fadjri. Menceritakan mimpinya, lalu keduanya sepakat, untuk mencarikan alat therapy kaki, menggantikan yang pernah diberi Fikri untuk ayah bundanya.
*****

Sebuah sms masuk memecahkan keheningan. Nadya mengambil dan membacanya.
“Nady dan Fadjri anakku, trims atas hadiahnya. Ayah bahagia sekali atas perhatian kalian berdua nak. Terima kasih anakku sayang. Sumo Foot Therapy nya sudah sampai nih nak. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.” Sms dari ayahandanya, dikirim untuknya dan adiknya Fadjri di belahan lain dunia.

Dua tetes air bening mengalir dari mata indahnya.

Ini hanya sebuah hadiah kecil Yah, sama sekali tak sepadan dengan apa yang telah ayah bunda berikan pada kami….. semoga bermanfaat… kami sayang ayah dan bunda… teramat sangat!
Sms sent!
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Kejutan Manis di Sabtu Pagi
  • Tirai Yang Tersingkap
  • Cukup Sudah
  • DONGENG KEHIDUPAN I
  • Ya Ampun, Mati Kita Nak!!
  • Gempa dan tsunami lagi? Oh No!! (tamat)
  • Alkisah; THE POWER of LOVE
  • Hari ini, tujuh tahun yang lalu
  • When he had to say Good Bye
  • Pangeran dari negeri Maya

Categories

  • cerbung 9
  • cerbung: Dongeng Kehidupan 2
  • cerbung: Kisah Sedih di Hari Minggu 2
  • cerita pendek 20
  • cerpen 1
  • edisi kangen Intan 1
  • Flash Fiction 1
  • Gaya Gay 1
  • gempa bumi 3
  • just a note 1
  • Kisah Hidup 6
  • lesson learnt 1
  • non fiksi 3
  • renungan 3
  • rupa-rupa 1
  • true story 1

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • Desember 2017 (6)
  • Oktober 2017 (2)
  • Juli 2017 (1)
  • Juni 2016 (1)
  • April 2016 (3)
  • Maret 2015 (1)
  • Juni 2014 (1)
  • Juni 2013 (1)
  • Maret 2013 (3)
  • Februari 2013 (3)
  • Desember 2012 (1)
  • November 2012 (2)
  • Oktober 2012 (3)
  • Juli 2012 (1)
  • Juni 2012 (1)
  • Mei 2012 (1)
  • April 2012 (2)
  • Maret 2012 (2)
  • Januari 2012 (2)
  • Desember 2011 (4)
  • Oktober 2011 (2)
  • September 2011 (1)
  • Agustus 2011 (2)
  • Desember 2010 (1)
  • November 2009 (2)
Diberdayakan oleh Blogger.

Kisah yang tertuang di halaman ini terinspirasi dari cerita sahabats, imajinasi dan berbagai hal lain yang terjadi dalam kehidupan.

Happy Reading sobs!

Laporkan Penyalahgunaan

Home

  • Home
  • About
  • Cerpen
  • Cerbung
  • Virtual Corner
  • Zona Misteri

Mengenai Saya

Foto saya
Alaika Abdullah
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Popular Posts

  • Lusina 1
  • Kisah Sedih di Hari Minggu I
  • When he had to say Good Bye
  • Alkisah Chapter I

Labels

Copyright © Kinsley Theme. Designed by OddThemes