Lusina 2

cerita sebelumnya baca disini

grabbed from here
Badai larut dalam doa bersama yang dipimpin oleh pak ustadz, yang belakangan diketahui sebagai ayahnya almarhumah Lusina. Setulus hati, lelaki muda itu turut mengamini.

Sebuah rasa kehilangan yang teramat sangat penuhi relung hatinya. Bahkan membuat dirinya sendiri heran, kok bisa? Pertemuan yang begitu singkat, bahkan tak sempat saling bertegur sapa, tapi kepergian wanita yang hanya dikenalnya melalui status-status di FB dan instagram itu, bisa hadirkan sebuah rasa kehilangan yang begitu luar biasa. Yang dia sendiri sulit untuk melukiskannya.

Tak disadarinya, sepasang mata sebentar-sebentar melirik ke arahnya. Pemilik mata jeli itu, berkulit sawo matang, berperawakan mungil, berwajah manis. Wanita itu heran dan yakin, laki-laki ini pasti bukan orang yang Lusina kenal, terlihat dari caranya bertanya di whatsapp Lusina tadi pagi, tapi bisa begitu  setia mengantarnya hingga ke liang lahat. Lusina memang memiliki banyak sekali teman dan anggota komunitas, dan wajar jika mereka mengantarnya hingga ke pemakaman, tapi lelaki ini? Siapa dia?

Merasa diperhatikan, Badai mengalihkan pandang dan menemukan mata jeli itu. Keduanya beradu pandang dan wanita itu melemparkan senyum. Kikuk, tertangkap basah. Badai sendiri tak begitu memperhatikan rasa kikuk itu, membalas senyum itu, getir. Lelaki itu masih bingung dengan rasa kehilangan yang begitu kuat mendera batinnya. Ada rasa sesal dan sakit yang mengiris kalbu. Bersaing ketat dengan rasa penasaran untuk mengenal almarhumah lebih dekat.

"Mas, makasih banget ya, sudah meluangkan waktu untuk mengantar Mba Lusi ke peristirahatan terakhirnya." Ucap wanita itu setelah menghampirinya, sementara tak jauh dari mereka, satu persatu pengantar jenazah meninggalkan area pekuburan.

"Sama-sama, Mba, saya sungguh tak menyangka jika akan bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini!" Badai heran sendiri dengan nada lirih yang begitu dalam keluar dari bibirnya. 

"Maksud, Mas?"

"Ya, saya belum pernah mengenal Lusina, saya hanya sering memantau status-statusnya yang begitu optimis baik di fesbuk maupun instagramnya. Tanpa sadar, saya mengagumi dirinya, dan men-skrinsut semua statusnya itu untuk saya koleksi. Hingga pagi ini, saya terpana membaca statusnya yang begitu penuh percaya diri. Saya pun memberanikan diri menyapanya. Dan kemudian kamu yang menjawab, dan disinilah saya sekarang ini."

Suara Badai terdengar sendu, tak mampu menutupi rasa kehilangan yang teramat sangat. Linda terhenyak, terasa sekali rasa kehilangan yang ada di suara itu. Mba Lusi memang memiliki banyak sekali admirer. Fans. Dan yang di hadapannya ini, adalah seorang penggemar rahasianya.

"Oh, so sorry to hear that, Mas. Mas Badai sudah mau pulang?" Tanya wanita itu, tak tau harus berkata apa lagi.

"Hm, Lin, boleh saya bertanya tentang Lusina? Sungguh, saya kok merasa sangat kehilangan. Kehilangan seseorang yang saya tidak kenal. Perasaan ini sungguh aneh. Belum pernah saya mengalaminya. Kehilangan seseorang yang tidak kita kenal, tapi kita merasa benar-benar dia berarti bagi kita. Entahlah Lin, saya sendiri heran." Kalimat itu mengalir jujur dan penuh harap.

Linda menangkap besarnya harap yang terpancar dari sepasang mata elang itu. Betapa beruntungnya dirimu, Mba, cacat fisikmu bukan penghalang bagi orang-orang untuk mengagumimu, batinnya. Dianggukkannya kepala, menyunggingkan seulas senyum bersahabat pada lelaki yang juga baru dikenalnya itu.

"Ini nomor saya, Mas, ntar kita ngobrol-ngobrol lagi tentang Mba Lusi, tapi sekarang saya harus temani mami dan papi dulu, mereka sudah selesai mau pulang tuh. Atau mungkin nanti malam kalo Mas Badai ingin tahlilan, silahkan, setelahnya kita bisa ngobrol."

Badai mengangguk seketika. Kuat, meyakinkan Linda bahwa dirinya akan hadir, menyumbangkan sejumput doa bagi almarhumah, yang telah pergi membawa hatinya. Hah? Membawa hati Badai? Oh, Come on!

~ Bersambung ke Lusina 3 ~




14 komentar

  1. Hm..... cerita sambungannya ditunggu endingya aja. Sepertinya harus menyiapkan sapu tangan untuk membaca ini.

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah's Blog

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, baiklah, ntar kalo udah tamat tak kabari ya mas! :D

      Hapus
  2. haiyaaaaa,....masih bersambung juga mba ??? *_*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, iya dunk.... kalo teman-teman sedang asyik belajar flash fiction, aku sedang belajar bikin cerbung nih Ir, kan lumayan ntar dibukukan... jadi novel, hehe.

      Hapus
  3. Hasyaaah....to be continue...?? Come on..!

    Ini sengaja dibuat bersambung atau mentok ide siih...? Gara2 kebanyakan rumpi... wkwkwkwk...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, bukan mentok ide mba, tapi sengaja dibikin cerbung aja, ntar kan lumayan kalo mau bikin bukunya, tinggal ngumpulin aja bab2 yang sudah ada disini. :)

      Hapus
  4. Brrrrpppp......
    Ndepipis di pojokan nunggu sambungannya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. awas lho, disiram setelah itu ya mas, ntar bau pesing!

      Hapus
  5. waaaaa....gak sabaaarrr nunggu sambunganya nih, Al :)

    ( gelar tiker aja deh disini, boleh khan Al? ) :)

    salam

    BalasHapus
  6. ayo buruan sambungannya mana??
    fiksinya mbk Al slalu bikin pnasaran.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. mba Cova, permintaanmu membuatku bangun dari tidur nih, dan segera lanjutkan Lusina 3, tuh udh terbit, ayo segera ke tekape.. :)

      Hapus
  7. Keren ... kak Al bisa nulis buku kumcer nih. Atau novelet ...
    Masih ada lanjutnnya toh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he, masih lanjut tuh, Niar. Ayo ke tekape atuh. :)

      Hapus
  8. yaaah, masih bersambung lagiiiii mb Al? melipir ke part 3

    BalasHapus