Paragraf sebelumnya...
Abdullah Sulaiman
…di dalam kereta api,
Perjalanan Solo
- Jakarta, Rabu, 11 April 2012, 17.11 wib.
Sebuah
nomor asing memanggil di layar HPnya. Lelaki 68-an tahun itu menatap layar
monitor dengan penuh tanda tanya. Nomor tak dikenal, siapa ya? batinnya seraya menjawab
telephone.
“Assalammualaikum Yah… ini
Alaika… pake nomor XL”.
“Waalaikumsalam Wa rahmatullah…
apa kabar nak?”
“Yah… barusan terjadi gempa
dasyat, 8,9 SR. Al sedang di kantor gubernur tadi dan Umi sendirian di rumah.
Al udah sempat sampe rumah tadi tapi Umi ga ada lagi di rumah. Al udah ke
menasah tapi Umi juga ga ada disana. Coba ayah telephone Umi, Al telephone ga
bisa masuk dari tadi. Telkomsel lumpuh disini. Ini pake XL tapi tetap aja ga
bisa hubungi Umi…”
Laki-laki
itu tersentak mendengar berita itu, jantungnya terasa nyeri, tiba-tiba. Berita
itu begitu mengejutkan dan menguatirkan. Dicobanya segera menghubungi nomor
istrinya, tapi tulalit. Berulang kali trial tapi tetap error hasilnya.
Ditujunya nomor Rizal. Sama. Hatinya mulai panic, teringat akan kejadian
tsunami yang sempat menggulung dirinya di dalam gelombang setinggi empat meter
itu.
Ya
Allah, lindungi istri dan anak-cucu hamba ya Allah…. Selamatkan mereka.
Dicobanya
menghubungi Alaika kembali. Putrinya sudah berada di lokasi yang aman, tapi
Rizal dan Fatimah belum jelas dimana. Panik, kuatir dan sedih bercampur sempurna
di relung batinnya. Trauma….Jelas masih kental membekas di benak setiap
penduduk Aceh yang merupakan survivor (korban yang selamat) tsunami.
“Nak,
ayah ga berhasil menghubungi Umimu, juga Rizal, ayah ga tau harus bagaimana
ini….”
“Ayah
berdoa aja ya yah… semoga Umi juga sudah berada di tempat yang aman. Barusan Al
telephone Bu Nellis, katanya sih Umi sempat dibonceng oleh Dina, anak kostnya
Bu Nellis naik motor… semoga aja mereka menuju tempat yang aman ya yah….”.
“Syukurlah
kalo begitu… semoga Rizal juga sudah bergerak ke daerah yang aman. Ayah tunggu
berita darimu ya nak… Umimu dan adikmu ga bisa dihub.”
“Iya
yah…., ayah bantu doa ya… ini Al dan
Intan sedang menuju ke arah bandara. Semoga Umi dan Rizal juga menuju kesana.”
Abdullah
Sulaiman menutup panggilan setelah mengucapkan salam pada putrinya. Jelas
hatinya tetap was-was. Lindungi keluarga hamba ya Allah… batinnya. Sebuah sms
masuk ke HPnya dan dia berharap itu adalah dari istrinya atau Rizal. Ternyata
Edo, si anak yang telah melukai hatinya, juga hati ibunya.
“Yah…
selamatkan diri, bawa Umi ke arah bandara, gempa ini berpotensi tsunami.”.
Campur
aduk rasa yang muncul di hatinya. Putra keduanya ini baru saja menorehkan luka
mendalam di hatinya dan juga Uminya. Edo nekad kawin tanpa restu dan
terang-terangan menentang dan menantang dirinya. Edo tega mencerca dan menghina
dirinya, juga Fatimah, ayah dan ibu kandungnya sendiri. Sungguh tersayat
hatinya oleh perlakuan dan sikap kasar Edo. Tapi kini? Saat gempa dasyat
melanda dan tsunami mengancam, Edo masih concern untuk memberinya peringatan
dan himbauan. Pertanda masih ada perhatian dan rasa sayangnya terhadap mereka.
Entahlah, penghinaan dan sikap kasar Edo cukup dalam melukai hatinya, tak
hendak dijawabnya sms itu.
Rizal, at Solong Cafee, Darul Imarah. 15.38 wib.
Cangkir
kopi yang tergeletak di atas meja di depan laptopnya bergelombang secara
tiba-tiba. Reflex diangkatnya laptop agar tidak terkena tumpahan kopi yang
bergolak. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ari, Bayu dan Arif. Bahkan
orang-orang di meja lain juga melakukan hal serupa. Menyelamatkan laptopnya
dari tumpahan minuman di gelas. Semua mereka menyadari jika gempa dasyat sedang
melanda. Dan bagi the survivor of tsunami,
mereka paham benar goncangan dasyat ini, baik durasi maupun kekuatannya
berpotensi tsunami. Berdasarkan pengalaman terdahulu.
Lama
juga bumi Serambi Mekah ini diguncang gempa, banyak orang yang mulai mual dan
pusing. Rizal sendiri cukup paham akan gejala ini. Artinya gempa begitu dasyat,
ingatannya langsung pada ibunya. Semoga Kakaknya Alaika sedang bersama Umi,
jadi Umi ada yang bantuin. Dicobanya men-dial ibunya. Tulalit. Dialihkannya ke
nomor kakaknya. Juga tulalit.
Teman-temannya
yang menelphone keluarga mereka juga mendapat response yang sama. Tulalit. Ya
Tuhan… semoga Umi tidak sendirian. Tapi tekadnya kuat, selesai gempa dia akan
segera pulang melihat ibunya dan kondisi rumah. Hal yang sama juga bersemayam
di hati para pengunjung café lainnya. Akan segera pulang ke rumah
masing-masing, men-cek keadaan keluarganya.
Maka
begitu gempa reda, hal yang langsung dilakukan Rizal adalah menghidupkan
motornya, mengambil jalan pintas menuju rumahnya. Posisi Rizal saat ini
sebenarnya adalah daerah yang aman dari jangkauan tsunami, tapi hatinya tidak
tenang sebelum memastikan ibunya telah pergi dari rumah. Salah satu sisi
hatinya begitu yakin jika Umi dan kakaknya pasti telah menyelamatkan diri. Toh
tadi pagi Umi pergi berdua kakaknya, ke pasar, dan pastinya saat ini Umi juga
bersama kakaknya itu.
Jalanan
yang macet total, membuat perjalanan sering terkendala. Dan Rizal butuh waktu
lama untuk mencapai rumahnya. Agak ngeri hatinya membayangkan dirinya akan
menghadang gelombang tsunami, jika memang tsunami menghantam. Tapi tindakan ini
harus dilakukannya, hatinya tidak akan tenang sebelum memastikan dimana Uminya.
Begitu
sampai di rumahnya yang telah kosong, Rizal langsung melarikan motornya ke
Menasah. Berharap Uminya ada di Menasah, tapi tak dilihat mobil kakaknya di
sana. Seorang tetangga meng-infokan bahwa ibunya tidak ada di menasah. Tapi
seorang tetangga melihat bahwa ibunya dibonceng seorang tetangga lainnya. Lega
juga rasa hatinya. Ya Allah, selamatkan
ibuku ya Allah….
Kekuatirannya
beralih pada kakaknya…. Dimana posisi kakaknya saat ini? Dan bagaimana Intan?
Tapi posisi Intan di sekolah sih, insyaallah aman. Mending coba nyusul ke
sekolah Intan dulu, dari sana lanjut ke Lambaro dan lanjut ke bandara.
Pikirnya.
Intan
sudah tak berada di sekolahnya. Mudah-mudahan memang sudah dijemput oleh
kakaknya. Maka kini tujuannya adalah bandara. Dipacunya motor perlahan,
mengikuti arus yang macet total, semua menuju bandara sepertinya.
Edo at Hermes Hotel,
Rabu, 11
April 2012, 15.38 wib.
Para peserta
seminar di ruangan Aceh 1 terlihat masih penuh semangat. Para presenter yang
memberikan presentasi terlihat sukses menularkan semangat pada para peserta,
membuat acara tetap semarak hingga tiba-tiba semua peserta merasakan bumi
berguncang. Guncangan yang kian lama kian hebat itu membuat para peserta
langsung ngeh, bahwa ini sedang gempa bumi. Para peserta langsung menghambur ke
luar ruangan. Termasuk Edo, yang serta merta ikut keluar seraya menyambar HP
yang terletak di atas meja dihadapannya.
Dicobanya
menghubungi istrinya, tapi tak terhubung. Tulalit. Tapi karena posisi kantor
istrinya di Darussalam, hatinya menjadi tenang, daerah itu aman dari jangkauan
tsunami. Yang justru menjadi kekuatirannya adalah ibunya, yang lokasi rumahnya
berada di daerah rentan. Diakuinya, walau perang mulut yang begitu dasyat telah
terjadi antara dirinya dengan ayah ibunya, gara-gara dia nekad menentang kedua
orang tuanya demi menikahi Asri, tapi di saat seperti ini, dia belum rela
kehilangan ibunya, juga ayahnya. Karenanya bolak balik dia berusaha menghubungi
ibunya, tapi tak sekalipun nomor yang dituju berhasil dia hubungi.
Girang
hatinya ketika BBM untuk kakaknya Alaika terkirim and read. Namun balasan
kakaknya membuat kecut hatinya. Bahwa Ibunya yang sedang sendirian di rumah,
tak berhasil ditemukan, dan tak jelas menyelamatkan diri kemana……, sudah dicari
ke Menasah dimana warga lainnya mengungsi juga tak ada. Lalu kemana ibunya?
“Gimana nih Do? Kakak di Darussalam udah
sama Intan, apa kakak balik aja lagi ke rumah cari Umi?”
Tulisan
kakaknya itu sungguh mengagetkan. Dibalasnya cepat dengan capital letter.
““NO, STAY THERE! BAHAYA… daerah rumah kita
rentan tsunami, dan prediksi Banda berpotensi tsunami! Edo aja yang pulang cari
Umi!”
Singkat
jawaban Alaika dan membuatnya tenang. “OK”.
Terlepas
dari apa yang sedang terjadi di antara mereka, hubungan persaudaraan/darah tak
akan pernah putus. Apalagi dalam situasi emergency seperti ini, keselamatan
anggota keluarganya adalah yang utama.
Meletakkan
BBnya di atas kursi sebelahnya, Edo melajukan mobilnya cepat dan tak lama
melambat saat dirinya telah bergabung dalam kemacetan menuju Lingke, rumah
ibunya. Macet, tapi tertib. Tapi kapan sampainya ini?
Sama
seperti yang dilakukan Alaika, Edo menyingkir ke pinggir jalan, memarkirnya dan
perlahan menyeberang jalan dan berlari memasuki gang ke rumahnya. Rumah telah
kosong dan kunci yang dipegangnya tak lagi berfungsi untuk membuka pintu depan.
Curiga ia bahwa ayahnya telah mengganti kunci pintu agar dirinya tak bisa lagi
masuk ke rumah itu. Tak dibiarkannya emosi melanda hatinya. Pikiran dan
kekuatirannya lebih pada Umi yang keberadaannya entah dimana. Ditatapnya
rumah-rumah yang telah tak berpenghuni. Dia yakin sebagian warga pasti lari ke
Menasah dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan mengendarai motor atau
mobil. Mencari tempat pengungsian. Lalu kemana ibunya?
Karena
Alaika sudah informed bahw Ibunya tak berada di Meunasah, maka Edo memutar
langkah dan balik ke mobilnya, kembali masuk ke dalam kemacetan yang merayap. Semoga
ibuku dalam keadaan baik-baik saja ya Allah…doanya.
Blang
Bintang, seputaran Sultan Iskandar Muda Airport
18.45
wib
Alaika
baru saja mendekati tugu dekat pintu gerbang bandara, ketika sebuah panggilan
masuk terdengar di BBnya. Ayah memanggil
terlihat jelas dan segera di angkat.
“Ya
yah….” Belum selesai ayahnya telah memotong.
“Nak…
ayah berhasil hubungi adikmu, dia juga sedang di airport, kamu coba mendekat ke
tugu bulat itu, jadikan itu sebagai meeting point biar Rizal nyamperin kamu”.
Girang hati Alaika mendengar bahwa Rizal telah berhasil dihubungi, dan
Subhanallah ternyata adiknya juga mengungsi ke tempat yang sama.
“Iya yah, baik, Al kesana
sekarang… apa Umi berhasil dihubungi?”
“Belum… tulalit terus nomor Umi
kamu….” Suara
sedih ayah terlihat jelas dan lesu.
Sebuah
panggilan masuk di HPnya Intan membuat Alaika harus memutuskan pembicaraan
dengan ayahnya. Panggilan bernomor XL itu ternyata dari salah satu pengungsi
yang dimintai tolong oleh ibunya untuk menghubunginya. Maka girang hatinya
bukan kepalang saat mendengar suara ibunya diujung sana.
“Alhamdulillah Mi…
Alhamdulillah ya Allah… Umi dimana posisi? Umi baik-baik ajakan?”
“Umi baik-baik aja, kamu
dimana? Umi di Blang Bintang nih1”
“Subhanallah ya Allah…
Alhamdulillah… Al juga di Blang Bintang Mi… Umi tepatnya dimana? Biar Al
kesana…”
“Umi pas di seberang tugu bulat
dekat pintu masuk bandara…. Ada spanduk besar tentang Pajak, nah dekat itu Umi
berdiri..”
“Ok, baik Mi, Umi tunggu disana
ya, Al segera kesana..”
Girang
hatinya bukan kepalang. Takjub dirinya akan rencana Ilahi mempertemukan
dirinya, Umi dan Rizal di tempat ini. Membimbing mereka untuk mengungsi ke
tempat ini. Ternyata Allah telah menggerakkan hati mereka untuk bertemu disini.
Intan
menjerit gembira saat melihat Mami (neneknya).
“Itu mami… Mami…mami…” jeritnya
seraya menurunkan kaca jendela mobil. Alaika segera memarkirkan mobil ke
pinggir jalan dan berlari menyongsong ibunya. Dia dan Intan memeluk erat wanita
terlihat pucat dan lelah itu, yang tak sanggup lagi berdiri karena seolah-olah
bumi masih bergoyang. Setelah mengucapkan terima kasih pada si gadis, Alaika
membawa ibunya masuk ke mobil agar dapat duduk lebih nyaman.
Tak
lama Rizal telah bergabung. Alhamdulillah, Rizal juga terlihat gembira dan
bahagia mendapati ibunya. Hal yang sama dilakukannya, memeluk erat ibunya. Lalu
Alaika segera menelphone ayahnya, yang begitu bahagia dan bersyukur mengetahui
ibunya sudah bersama mereka. Alhamdulillah,
Alhamdulillah ya Allah…Ucapnya berulang kali, lalu HPpun dialihkan ke Umi
agar dapat berkomunikasi langsung dengan ayahnya, nun jauh di seberang.
Home, Rabu, 11
April 2012, 22.30 wib
Akhirnya,
setelah menempuh perjalanan lebih dari 2,5 jam, perjalanan yang biasanya hanya
butuh waktu sekitar 25 menit itu berakhir sempurna. Alaika, Ibunya, Intan dan
Rizal sampai di rumah, walau hati mereka masih ketar ketir. Takut terjadi gempa
susulan walau kondisi ‘potensi tsunami’ telah dicabut. Tapi peringatan agar
ber-siaga, membuat nyali mereka ciut juga. Tadinya mereka sepakat untuk pulang
dan menginap di kost-annya Alaika saja malam ini, namun ibunya berkeras agar
mereka pulang ke rumah dulu untuk mengambil barang berharga yang disimpan di
lemari pakaian. Tadi ga sempat dibawa serta waktu sang ibu menyelamatkan diri.
Juga agar Rizal bisa membawa mobil ayahnya ke tempat Alaika juga, biar aman in
case terjadi gempa susulan dan tsunami.
Eh
begitu sampai di rumah, perut terasa begitu keroncongan, dan mulailah bungkusan
nasi goreng yang dibeli dalam perjalanan pulang, dibuka dan dilahap nikmat.
Rasa lapar baru mulai bersuara. Tadinya terdiam sempurna oleh kepanikan yang
melanda oleh gertakan sang gempa berpotensi tsunami.
Setelah
makan dan perut kenyang, tau sendiri kan sobs bagaimana reaksi selanjutnya?
Yup. Ngantuk dan jadi malas untuk keluar lagi. Apalagi kini kedua kaki Alaika
baru merasakan lelah dan pegal yang teramat sangat. Mengemudi dalam kemacetan
sepanjang pelarian tadi sungguh melelahkan.
Maka
diputuskanlah untuk menginap di rumah Umi saja malam ini, apalagi situasi sudah
dinyatakan aman terkendali namun warga diminta untuk tetap siaga. Warga
kompleks perumahan yang dihuni mereka juga terlihat sudah pada kembali ke rumah
masing-masing.
Maka,
setelah selesai Shalat Isya, tak ada yang lebih menarik selain meluruskan tubuh
dan tidur. Umi sengaja dipaksa tidur bersama Alaika dan Intan, biar gampang
kalau tiba-tiba terjadi gempa susulan.
Ya Allah ya Tuhan Kami,
Lindungi kami dari mara bahaya
Dan cukupkan gempa ini ya Allah…
37 komentar
Amin ... semoga saja tidak terjadi gempa lagi ya disana mba, dan semuanya di jauhkan dari mara bahaya
BalasHapusAmiin ya Rabbal Alamin... makasih atas kunjungan dan doanya ya mas Stu...
HapusTrue story on fiction...amazing!
BalasHapusOoo, Ayah Mbak AL lg di Jakrta ya. Alhamdulillah semuanya sdh bisa berkumpul lagi, semoga gempa dan tsunami serta bencana lainnya segera mereda ya Mbak. Btw, yg part Edo adiknya Mbak Al itu termasuk fiksi kah? Hehehee
Iya... ayah sedang ada acara di Solo dan Jakarta, makanya dalam serial sebelumnya, tidak ada cerita tentang ayah Rie....
Hapussemoga bencana ini tak lagi menghampiri bumi Aceh dan negeri tercinta ini ya Rie....
part Edo akan ada kisahnya tersendiri nanti Rie... that's also true, mo fiction yet.. :(
spechless :'(
BalasHapusHalo Syifa Az... :)
HapusAmin..
BalasHapusSyukur Alhamdulillah bisa berkumpul kembali..
Semoga Mba Alaika dan kel selalu di beri keselamatan ..
OOT:
Mba sahabatku tinggal di pesisir pantai utara Idi Tudong,..
Ketika gempa, mengungsi pas balik lagi barang- barang di rumahnya raib dan beberapa jumlah uang melayang..
Miris banget, teganya, masih sempet orang-orang melakukan hal itu..
Amin YRA mba....
HapusIya, banyak juga manusia yang tak berperikemanusiaan lagi di bumi ini mba... dikala orang sedang kesulitan dan kesempitan, malah mereka mencoba mengambil manfaat. Miris banget memang mba... itu juga yang membuat ibuku sangat kuatir kemarin itu, beliau lari menyelamatkan diri tanpa sempat mengambil barang berharga dari lemari pakaiannya. Jadi di pengungsian, beliau terus was-was takut rumahnya dijarah....
Turut prihatin akan musibah lain yang dialami sobat mba.... :(
Amin .. ngikutin cerita Mbak Alaika, duh ... kebayang perasaannya saat belum bertemu Umi.
BalasHapusSemoga semua baik2 saja ya mbak ..
Amin mba Dey.... iya panik banget plus kuatir tingkat tinggi saat belum berhasil menemukan Umi.....
Hapussemoga semuanya akan tetap baik-baik saja ya mba.... trims.
semua orang akan merasakan hal yang sama ya mbak, kalau kita menghawatrikan anggota keluarga yg tidak bisa dihubungi. semoga tidak ada gempa susulan lagi
BalasHapusiya mba...kuatirnya minta ampun aku memikirkan ibuku yang sudah berumur dan juga sedang dalam kondisi kurang fit... duh rasanya gimanaaa gitu...
Hapusya mba, semoga tidak ada gempa susulan lagi... ada sih tapi jangan yang besar-besar skalanya... *milihdotcom. hehe
alhamdulillah mbak... semua baik-baik saja ... pindah ke jawa saja mbak.. ke malang saja endak ada gempa ....hehe.. soal yang klaim blog tadi... anu mbak, biasanya servernya juga down.. jadi bisa di kunjungi lagi.. ... hehe..
BalasHapusiya Put, Alhamdulillah.....
Hapuspindah ke jawa? hehe... ingin sih.... dan memang ada rencana demikian... lihat nanti deh. :)
trims for the info on blog claimnya yaa...
Ya Allah mbak, tegang banget aku bacanya. kebayang betapa panik dan kacaunya saat itu, apalagi dg tiadanya informasi ttg keberadaan kelg tercinta.
BalasHapusAlhamdulillah krn skrg semua sdh kembali normal lg. BTW, salut banget deh krn mbak Alaika masih sempat posting & mencatat dg detil kejadian itu.
Mbaaaa.... maaf aku ga sempat lagi membalas smsmu kala itu karena sinyal hilang. Ga terhubung kemanapun... dan rencana mau balas hari ini tapi lupa. hehe. Maaf yaaaa... sudah terjawab semua di kisah 'the true story' ini kan mba Reni sayang?
HapusMakasih banget atas perhatian dan smsmu serta teman-teman lainnya yaaa....
membacanya saja saya jadi ikutan capeek, tapi alhamdulillah akhirnya tdk terjadi apa2.. semoga negri serambi makkah cukup tanggap dan siap dengan semua resikonya, karena kita hanya bsa berdoa semoga tdk ada lagi tsunami yg begitu sangat mengerikan.. terimakasih tulisanya, sekaligus bsa mengingatkan sya juga akan kesiapan jika suatu saat terjadi hal yg sama. semoga saja tidaaak. tapi tahun 2010 kemari sya juga pernah merasakan goncangan gempa
BalasHapusiya mas, apalagi yang mengalaminya, saya bener2 lelah deh setelahnya. Huft. Amin untuk doanya, semoga negeri kita bisa dijauhkan dari bencana oleh Allah YMK... amin.
Hapusmakasih atas kunjungan dan doanya ya mas.... :)
Aceh? it reminds me about a few years ago. This place is heard all over the world. And right now it happen again.So sorry
BalasHapusYes. This area is hit by the earthquake and tsunami in December 2004, killed hundred thousands of people and made the survivor traumatized. And now (11 April 2012), the earthquake shaken this province again. Hope no more tsunami in the future. Amien.
HapusThanks for visited and your comment. :)
Kasihan ya.. semoga yang mengalaminya diberikan ketabahan dan kesabaran...
BalasHapustrims atas atensinya, amin atas doanya mas/mba... :)
HapusSemoga diberikan keluasan hati dan kesabaran..
BalasHapusAmin, makasih atas doanya yaa...
HapusHabis aceh semoga tidak ada lagi musibah seperti ini.Ngeri....
BalasHapusAmin ya Rabbal Alamin.....
Hapusyang dulu saja mungkin traumanya belum sembuh, eh ditambah lagi... Apakah ini cobaan atau teguran ya?emoga diberikan ketabahan bagi yang mengalaminya...
BalasHapusIya bener banget, trauma masa lalu masih membekas, eh ditambah lagi dengan goncangan baru, duh, ngeriii...
HapusAmin atas doanya ya mas/mba.... :)
sungguh ujian yang luar biasa
BalasHapusiya, bener.
Hapuskreatif sekali.event-nya nyata, namun apakahini ceritanya fiksi atau bukan sepertinya gak kelihatan.Kalau ini fiksi, ceritanya sangat menyentuh dan seperti dunia nyata sekali
BalasHapusini kisah nyata yang dikemas berbentuk cerita lho mas, dan saya sendiri yang mengalaminya... makanya postingnya delay dulu sampai kondisi normal so ada waktu dan nyaman untuk menulisnya....
BalasHapusTrims atas kunjungan dan komen serta pujiannya, bikin semangat menulis deh jadinya... hehe.
Alhamdulillah Subhanallah, mbak sekeluarga tidak kenapa-napa.
BalasHapusKami di Pekanbaru juga merasakan gempa walau sedikit, sempat kuatir juga karena cuma berdua dirumah dgn si kecil >_<
Sepertinya harus ada pelajaran simulasi gempa kayak di Jepang yah mbak...
Iya, Alhamdulillah mba....
HapusPasti mba di Pekan Baru juga sangat deg-degan ya karena hanya berdua dengan si kecil?
Kalo di Aceh sih udah sering dilakukan simulasi gempa dan cara pengurangan resiko bencana mba, baik di sekolah maupun di masyarakat kota/pedesaan.... Makanya waktu gempa kemarin, walau macet, tapi lalu lintas bisa terkendali... tidak ada yang berusaha mendahului atau serabutan....
Kisah nyata semua itu mbak?
BalasHapusAlhamdulillah ketemu ya sama Umi nya, wih bikin deg2an bacanya Mba, di Amin kan doanya Mba
BalasHapusseperti menonton film ya? dah dibukukan mba? kutunggu ya
BalasHapus