Kisah sebelumnya di Dongeng Kehidupan I
Sebenarnya
Surya sudah familiar dengan kondisi kejiwaan wanita yang sedang hamil. Tiga
kali sudah dia menghadapi kehamilan istrinya (kini sudah mantan), dan dia hapal
benar sikap ngidam, temperamental dan berbagai perubahan psikis istrinya di
masa-masa kehamilan. Sekuat tenaga dia mencoba mentoleransi dan memahami,
bahkan mampu meningkatkan rasa kasihnya pada istrinya (dahulu).
Namun,
dengan istrinya yang ini? Sungguh Wani membuatnya kewalahan. Sikap cemburunya
semakin menjadi-jadi. Sedikit saja dia telat sampai di rumah, setelah
mentoleransi durasi kemacetan lalu lintas, Wani pasti mengamuk dan
mencerewetinya. Mencurigainya. Bahkan terang-terangan menuduhnya berselingkuh.
Tak jarang dan semakin sering kata-kata kasar keluar dari bibir sexy istrinya
ini, bahwa Surya sengaja pulang terlambat karena sudah tak suka lagi dengannya
yang kini telah berperut besar, buncit dan bertubuh melar. Sudah tidak menarik
lagi dan tak mampu lagi memberinya kenikmatan.
Kata-kata
yang awalnya membuat Surya malah ingin tertawa, namun juga ingin memeluk mesra
istrinya. Mencoba memahami sikap istrinya yang memang masih terlalu muda untuk
usia masa kini. Jika di zaman ibunya dulu, mengandung di usia 20 dianggap sudah
sangat-sangat pantas, maka mungkin di masa kini, menikah di usia 20 tahun masih
termasuk sangat muda. So, he tries to understand her wife feeling lah.
Maka
dia tak banyak melawan kata-kata itu, dicobanya untuk menjelaskan sebaik
mungkin, searif mungkin, sesabar mungkin. Sambil dalam hati berfikir, itulah
resiko menikah dengan wanita yang masih terlalu muda. L
Namun,
kadang kala, sikap Wani membuat control emosi nya tak terkendali, ini sering
terjadi saat Surya membawa ketiga anaknya dari perkawinan pertamanya, ke rumah
ini. Sebagai ayah yang baik, tentu dia rindu donk dengan anak-anaknya, dan
ingin mengundang mereka menginap di rumahnya. Ingin juga dirinya selaku ayah,
ber-akrab ria dengan darah dagingnya sendiri. Namun, sikap Wani sungguh tidak
terpuji. Tak pernah sekalipun istrinya ini mencoba beramah tamah dengan
anak-anaknya. Sikap Wani benar-benar mencerminkan sikap ibu tiri zaman dahulu,
walau tidak sekejam ibu tirinya Cinderalla sih. Namun sikap tak sukanya itu,
jelas membuat anak-anaknya juga tak suka pada Wani.
Sering
Bella, putri terkecilnya yang masih berumur 3 tahun, langsung mengajak pulang
tak lama setelah mereka tiba di rumah papanya ini. Alasan Bella adalah kangen
mama. Padahal jelas-jelas Bella baru saja bersama mamanya. Tentu Surya merasa
sangat kecewa dengan sikap Wani. Dia sangat berharap agar Wani tidak menganggap
anak-anak ini sebagai saingannya. Bahwa anak-anak hanya akan mengambil kasih
sayang Surya sesuai porsinya. Dan Wani tetap akan memperoleh kasih sayang Surya
sesuai porsinya pula. Namun Wani tetap saja dengan sikap kekanak-kanakannya
itu. Surya hanya bisa mengelus dada, apalagi mengingat Wani sedang berbadan
dua.
Pagi
ini, Wani kembali mengamuk, sebabnya? Karena sebuah sms di HP Surya…
“Ardo sehat Oom, Alhamdulillah, udah baikan
kok Oom, tapi oleh mama belum dibolehin sekolah”
Sms
ini membuat Surya menjadi tawanan. Diinterogasi sedetil-detilnya oleh istrinya.
Dia sungguh heran, bagaimana mungkin istrinya yang sedang hamil ini, punya
kekuatan luar biasa, mencak-mencak tak karuan dan hilang sopan santun seperti
ini ya? Ditengah perang batinnya melawan kemarahan oleh rentetan peluru
kata-kata dari bibir indah sang istri, batinnya tersentak dan takjub oleh kata-kata
pamungkas istrinya itu.
“Jangan-jangan Ardo ini anakmu dengan
perempuan lain pula! Makanya begitu akrab!!”
Sadis
benar kata-kata itu, diucapkan dengan kata-kata pedas melebihi cabe rawit.
Namun kok mengena pula. Surya tak ingin membalas, tak hendak menjawab. Capek
deh, pikirnya. Dia lanjutkan aktivitas paginya, menyiapkan pakaian kerjanya
sendiri, karena kalo sudah mengamuk, istrinya ini tak akan lagi menyiapkan
apapun untuknya.
Justru
sikap diam tak melawannya ini, ternyata malah semakin memicu kemarahan Wani. Membentak
dia, menghadang Surya yang hendak ke kamar mandi.
“Kenapa mas hanya diam? Ayo ngaku? Siapa
dia? Ngomong mas, ngomong!!”
Surya
merapatkan gerahamnya. Tuhan, bagaimana mungkin ada seorang wanita hamil yang
begini temperamental. Jangan turunkan
emosi tak terarah ini pada anakku ya Tuhan… batinnya.
“Dik… tolong jangan marah-marah begitu donk.
Mas takut anak kita nanti jadi pemarah seperti ini, please…. !”
Ternyata
kalimatnya ini malah semakin memancing si singa menambah amukannya.
“Apa? Bilang aja mas memang ga senang lagi
denganku, mas ga cinta lagi denganku kan?” Dan istrinya ini kini menangis
tersedu. Surya kewalahan. Oh my God, I need a counselor!
Diraihnya
lembut sang istri. Dipeluk dan belai mesra.
“Sayang, mas menikahi kamu karena mas cinta
sama kamu. Mas malah makin sayang dan cinta sama kamu sayang, dan ga sabar
menanti kelahiran bayi kita. Kamu harus percaya sama mas, dan tolong, beri yang
terbaik untuk baby kita… mas mohon. Jangan marah-marah… mas ingin baby kita jadi
anak yang tenang, sabar dan cerdas. Be a good mom ya sayang…”
Diciumnya
istrinya yang mulai tenang. Surya menghela napas diam-diam. Lelah sebenarnya
batinnya, mengingat periodic kejadian seperti ini semakin singkat waktunya.
Perulangannya semakin sering saja. Huft.
Tak
sabar dia ingin segera barada di ruangan kantornya yang nyaman.
Pekerjaan
kantor yang banyak, ditambah sikap Wani benar-benar membuatnya jenuh. Lelah.
Maka hanya curhat pada sahabat serta chatting dengan Maya adalah pelariannya.
Keakrabannya dengan Maya semakin terjalin sejak tabir itu tersingkap. Tak dapat
dipungkiri, pada Maya, ada dua darah dagingnya yang merindukan kasih sayangnya.
Yang membuatnya semakin sering berkomunikasi dengan mantan kekasihnya itu.
Situasi Maya yang kini menjadi single parent sejak sang suami berpaling,
membuatnya prihatin. Terlebih prihatin lagi, karena ayah si kembar sebenarnya
adalah bukan si lelaki yang berpaling itu, tapi dirinya. Yang seharusnya
bertanggung jawab meringankan beban Maya selaku single parent. Yang berjuang
keras membiayai si kembar. Terlebih Ardo, yang lemah dan sering sekali sakit.
Prihatin sekali hatinya memikirkan hal ini. Andai berita tentang si kembar
lebih dahulu terungkap, dia tak perlu susah-susah mencari calon istri dan
menikahinya (Wani). Tentu akan lebih ringkas dan bijaksana menikahi Maya, yang
telah melahirkan darah dagingnya. Tapi siapa yang bisa menebak situasi seperti
ini? Huft. Pusing kepalanya jadinya.
Apalagi
ketika tadi Maya bercerita via telephone, bahwa Ardo kambuh lagi tadi malam,
dan Maya berkeinginan untuk membawa putranya itu berobat ke Penang. Ingin
rasanya dia menyertai mereka kesana, untuk memastikan semuanya akan baik-baik
saja. Kasian Maya, pasti akan sangat sulit jika harus seorang diri disana. Ardi
akan ditinggal di Medan karena juga harus terus bersekolah.
Surya
sedang memutar otak mencari alasan yang akan diutarakan pada Wani, untuk bisa
berangkat ke Penang, ketika matanya menangkap Alaika is online di layar
laptopnya.
Ditangkapnya
segera. Biasanya wanita yang satu ini selalu mampu melapangkan hatinya,
mencerahkan pikirannya yang sedang mendung tingkat tinggi.
“Dik… can I catch u, please?”
ditunggunya sejenak. Belum ada tanda-tanda Alaika
is typing a message dari seberang. Ditunggunya dengan sabar. Mencoba mengingat-ingat
kebiasaan sahabatnya yang satu ini. Walau belum pernah ketemu secara langsung,
tapi banyak kebiasaan wanita yang satu ini diketahuinya. Semisal menghidupkan
laptop, semua diset sign in automatic, dan yang punya laptop wara wiri ke
tempat lain. Mengambil ini dan itu. Laptop ditinggal mengaktifkan diri sendiri…
Benar
saja, beberapa menit kemudian,
“Hai mas….. maaf, aku baru sampe dari
meeting di luar, nih baru nyalain laptop, seperti biasa, aku nyalain dan
tinggal ke toilet. Kok mau tangkap aku? Emang aku salah apa mas? J”
Tak
sanggup dia membalas canda ini. Sebuah icon murung ditampilkannya. L
“Ok mas, whats up? Semuanya baik-baik aja
kan? Ardo sehat?”
“Ga dik… Ardo semakin sering sakit.
Jantungnya sering kambuh… Maya berencana membawa Ardo ke Penang…”
Icon
murung dikirim Alaika untuknya. Ditunggunya Alaika
is typing a message itu selesai, tak sabar ingin membaca pesan apa yang
terhantar begitu tombol enter di hit.
“Perawatan dan pengobatan disana memang
lebih baik daripada disini mas… terus dengan siapa Maya akan kesana? Pasti mas
risau ya? Ingin mendampingi tapi Wani juga sedang butuh mas?”
“Iyaaaa…”
“Aku bingung harus ngomong apa ke Wani dik.”
“Gimana kalo berterus terang?” Ide
spontan yang membuat Surya melonjak.
“What? It sounds crazy dik. Mana mungkin.
Bisa lahir sebelum waktunya nanti anak mas!”
Eh
Alaika malah tertawa, icon ngakak pun dikirim, tak tanggung-tanggung, 6 icons.
Surya ikutan geli. Dia tau Alaika hanya bercanda. Pikirannya jauh lebih waras
darinya malah, dia yakin itu.
“Gila kamu dik. Ayo donk, kasih saran… mas
nyesal ga ngawinin kamu. Kalo kamu terima mas waktu itu, tentu masalah ga
serumit ini. Kamu pasti akan terima Deny, Alif dan Bella dengan suka cita, dan
pasti akan menyayangi mereka….”
“Hush… ga baik ngomong begitu mas. Kita ga
jodoh. Buktinya, aku malah kawin dengan masku kan? Ga denganmu, hehe….aku hanya
sayang padamu, tidak cinta, ingat itu mas... Aku anggap mas sebagai sahabat,
dan klien, cukup donk itu? Ayo mas, ga baik menyesali langkah yang telah
diambil.”
“Kamu itu bijaksana banget dik. Harusnya aku
mengawini kamu!” eh malah ngeyel. Emang laki-laki ya… sukanya begitu kali
ya?
“Udah… yuk balik ke topic. Jadi mas ingin
bagaimana? What will you do?”
“Dik, aku bingung banget nih. Aku ingin
banget dampingi Ardo. Memberinya semangat agar bertahan dan kuat melawan
penyakit yang menggerogotinya… tapi bagaimana caranya?”
“Mas, kalo mas memang ingin dampingi, aku
rasa gampang saja. Dengan kapasitasmu sebagai kepala cabang, tentu mas
wajar-wajar saja menghadiri rapat di Penang… atau kunjungan dinas kek…. Aku
rasa justru Wani harus tau mas ke Penang, karena jika mas mengaku tugas hanya
keluar kota, handphonemu ga bisa bohong lho. Menggunakan nomor Indo di sana,
jelas akan kena roaming, dan mahal banget. Mending jujur aja tentang keberadaan
mas, ya tentu ga perlu bilang menemani Ardo donk…., what do you think?”
Surya
langsung setuju. Sebenarnya jalan keluarnya simple, so simple, tapi otaknya
yang kalut tak mampu lagi melihat celah jalan keluar. Apalagi karena pertengkaran
dengan Wani yang terjadi setiap pagi, sudah seperti kebiasaan dan kebutuhan
bagi istrinya itu, sungguh membuat dirinya hampir gila. Maka saran Alaika dilahapnya mentah-mentah.
Segera dia hubungi Maya, membicarakan kemungkinan untuk terbang segera membawa
Ardy ke Island Hospital, Penang.
Wani
boleh saja marah dan mengamuk, tapi ini menyangkut kesehatan Ardo, darah
dagingnya. Rasa berdosa telah menelantarkan kedua darah dagingnya itu tertanam
begitu dalam, membuat rasa berdosa ini berhasil mengkontaminasi seluruh rasa
lainnya, menghunjamnya, dan membalikkan rasa itu menjadi sebuah rasa ingin
menebus kesalahan yang kian menjadi-jadi. Ya, tak ingin dilewatkannya
kesempatan ini, memberikan kasih sayang bagi putranya yang lemah digerogoti
penyakit. Yang kuat ya nak, batinnya.
~ BERSAMBUNG ~
18 komentar
gap usia yg lebar mmg butuh daya toleransi yang luar biasa...makanya salut utk paasangan yg bs welcome dgn gap usia sampai 2kali lipat..#sok tau ya
BalasHapusbtw,versi curhat bs jd novelet mbak AL...
bener itu Riie... apalagi jika usianya msh terlalu muda.....
Hapusinginnya sih bikin novel nih say... hehe
Kalau aku jd Wani jg bakal cemburu deh mbak he..he..punya anak dr tiga wanita! complicated nih pdhl teman mbak Al jg sdh tampak bijak ya.... Ditunggu yg ke-3 nya mbak :)
BalasHapusTapi kan ga bisa cemburu buta begitu donk mba... apalagi itu adalah kisah masa lalu... harus sedikit lebih bijaksana donk Waninya... tapi mungkin juga karena faktor kedewasaan yang belum matang di usianya yang baru 20 itu ya?
Hapusperhaps...her age give more influences for being wise wife. sangat mungkin aku juga akan over reaction spt itu di usia 20 tahun menghadapi lelaki yg jadi suami ternyata masa lalunya demikian complicated? But actually, saat usiaku 20an..asli aku belum kepikiran untuk berani menikah mbak. #penakut
HapusWaduuhh @_@
BalasHapusBingung aku mbak hahaha~
Buat temannya Mbak Alaika, yang kuat ya~ hehe :D
iya, semoga temanku dan keluarganya baik2 aja skrg ini ya Na... lama ga ada kabar sih... :(
Hapushahahaha...mbak sukses buat penasaran.. hmmmmmmmmmm
BalasHapussyukur...syukur... hihi
Hapuswew .... lanjutin mba .... :p
BalasHapusinginnya sih bikin lanjutannya mas stumon, tapi gimana? kita kan sedang sibuk ber-conference ria nih... wkwkwkwk
HapusUntung ga ngawinin mbak Alaika, mbak Alaika bakal puyeng ketiban aneka masalah.
BalasHapusMudah2an gak ada misteri lain lagi selain ini ... :)
heheh... aku emang ga tertarik mba sama mas Bani... hihi... feelingku udah bilang nih cowok kayak ada sesuatu deh di masalalu nya, hahha #halah. Kayak paranormal aja deh... hihi
Hapusmisteri lain kayaknya ga ada mba, hanya masalah yang tak kunjung reda.... ditunggu lanjutannya ya... :)
Walah... rumit amat masalahnya mbak.
BalasHapusBegitulah resiko menikah dg orang yg terpaut usia terlalu jauh. Emang yang lebih dewasa harus mau ngemong... tapi ditambah dg sikap yg over protective dan cemburuan gitu ya jelas aja bikin capek hati dan capek pikiran..
BTW kalimat pertama di alinea terakhir itu salah ketik gak mbak? (Wani boleh saja marah dan mengamuk, tapi ini menyangkut kesehatan Ardy, darah dagingnya.) >> maksudku, Ardy disini yang dimaksud Ardo bukan ya?
Bener mba... rumit mit mit....
Hapususia yang terlalu muda dan rasa cemburu yang over membuat masalah kian rumit.
iyaaa mba, salah ketik, thanks for reminding, udah aku edit tuh mba. :)
Maann... *sambil putar bola mata*
BalasHapushuehehehe... kalo di runut, sbenarnya yg bikin masalah dia jg ya mbak :D
semoga masalahnya ga semakin rumit, dan di beri jalan keluar terbaik buat temannya ya mbak alaika ;)
amin, semoga temanku itu mendapatkan jalan terbaik ya mba Uchi.....
Hapuspusing kita dibuatnya... hehe
kunjungan ..
BalasHapussalam sukses selalu ..:)