Dongeng Kehidupan II



Kisah sebelumnya di Dongeng Kehidupan I

Sebenarnya Surya sudah familiar dengan kondisi kejiwaan wanita yang sedang hamil. Tiga kali sudah dia menghadapi kehamilan istrinya (kini sudah mantan), dan dia hapal benar sikap ngidam, temperamental dan berbagai perubahan psikis istrinya di masa-masa kehamilan. Sekuat tenaga dia mencoba mentoleransi dan memahami, bahkan mampu meningkatkan rasa kasihnya pada istrinya (dahulu).

Namun, dengan istrinya yang ini? Sungguh Wani membuatnya kewalahan. Sikap cemburunya semakin menjadi-jadi. Sedikit saja dia telat sampai di rumah, setelah mentoleransi durasi kemacetan lalu lintas, Wani pasti mengamuk dan mencerewetinya. Mencurigainya. Bahkan terang-terangan menuduhnya berselingkuh. Tak jarang dan semakin sering kata-kata kasar keluar dari bibir sexy istrinya ini, bahwa Surya sengaja pulang terlambat karena sudah tak suka lagi dengannya yang kini telah berperut besar, buncit dan bertubuh melar. Sudah tidak menarik lagi dan tak mampu lagi memberinya kenikmatan.

Kata-kata yang awalnya membuat Surya malah ingin tertawa, namun juga ingin memeluk mesra istrinya. Mencoba memahami sikap istrinya yang memang masih terlalu muda untuk usia masa kini. Jika di zaman ibunya dulu, mengandung di usia 20 dianggap sudah sangat-sangat pantas, maka mungkin di masa kini, menikah di usia 20 tahun masih termasuk sangat muda. So, he tries to understand her wife feeling lah.
Maka dia tak banyak melawan kata-kata itu, dicobanya untuk menjelaskan sebaik mungkin, searif mungkin, sesabar mungkin. Sambil dalam hati berfikir, itulah resiko menikah dengan wanita yang masih terlalu muda. L

Namun, kadang kala, sikap Wani membuat control emosi nya tak terkendali, ini sering terjadi saat Surya membawa ketiga anaknya dari perkawinan pertamanya, ke rumah ini. Sebagai ayah yang baik, tentu dia rindu donk dengan anak-anaknya, dan ingin mengundang mereka menginap di rumahnya. Ingin juga dirinya selaku ayah, ber-akrab ria dengan darah dagingnya sendiri. Namun, sikap Wani sungguh tidak terpuji. Tak pernah sekalipun istrinya ini mencoba beramah tamah dengan anak-anaknya. Sikap Wani benar-benar mencerminkan sikap ibu tiri zaman dahulu, walau tidak sekejam ibu tirinya Cinderalla sih. Namun sikap tak sukanya itu, jelas membuat anak-anaknya juga tak suka pada Wani.

Sering Bella, putri terkecilnya yang masih berumur 3 tahun, langsung mengajak pulang tak lama setelah mereka tiba di rumah papanya ini. Alasan Bella adalah kangen mama. Padahal jelas-jelas Bella baru saja bersama mamanya. Tentu Surya merasa sangat kecewa dengan sikap Wani. Dia sangat berharap agar Wani tidak menganggap anak-anak ini sebagai saingannya. Bahwa anak-anak hanya akan mengambil kasih sayang Surya sesuai porsinya. Dan Wani tetap akan memperoleh kasih sayang Surya sesuai porsinya pula. Namun Wani tetap saja dengan sikap kekanak-kanakannya itu. Surya hanya bisa mengelus dada, apalagi mengingat Wani sedang berbadan dua.

Pagi ini, Wani kembali mengamuk, sebabnya? Karena sebuah sms di HP Surya…

“Ardo sehat Oom, Alhamdulillah, udah baikan kok Oom, tapi oleh mama belum dibolehin sekolah”

Sms ini membuat Surya menjadi tawanan. Diinterogasi sedetil-detilnya oleh istrinya. Dia sungguh heran, bagaimana mungkin istrinya yang sedang hamil ini, punya kekuatan luar biasa, mencak-mencak tak karuan dan hilang sopan santun seperti ini ya? Ditengah perang batinnya melawan kemarahan oleh rentetan peluru kata-kata dari bibir indah sang istri, batinnya tersentak dan takjub oleh kata-kata pamungkas istrinya itu.

“Jangan-jangan Ardo ini anakmu dengan perempuan lain pula! Makanya begitu akrab!!”

Sadis benar kata-kata itu, diucapkan dengan kata-kata pedas melebihi cabe rawit. Namun kok mengena pula. Surya tak ingin membalas, tak hendak menjawab. Capek deh, pikirnya. Dia lanjutkan aktivitas paginya, menyiapkan pakaian kerjanya sendiri, karena kalo sudah mengamuk, istrinya ini tak akan lagi menyiapkan apapun untuknya.

Justru sikap diam tak melawannya ini, ternyata malah semakin memicu kemarahan Wani. Membentak dia, menghadang Surya yang hendak ke kamar mandi.

“Kenapa mas hanya diam? Ayo ngaku? Siapa dia? Ngomong mas, ngomong!!”

Surya merapatkan gerahamnya. Tuhan, bagaimana mungkin ada seorang wanita hamil yang begini temperamental. Jangan turunkan emosi tak terarah ini pada anakku ya Tuhan… batinnya.

“Dik… tolong jangan marah-marah begitu donk. Mas takut anak kita nanti jadi pemarah seperti ini, please…. !”

Ternyata kalimatnya ini malah semakin memancing si singa menambah amukannya.

“Apa? Bilang aja mas memang ga senang lagi denganku, mas ga cinta lagi denganku kan?” Dan istrinya ini kini menangis tersedu. Surya kewalahan. Oh my God, I need a counselor!

Diraihnya lembut sang istri. Dipeluk dan belai mesra.

“Sayang, mas menikahi kamu karena mas cinta sama kamu. Mas malah makin sayang dan cinta sama kamu sayang, dan ga sabar menanti kelahiran bayi kita. Kamu harus percaya sama mas, dan tolong, beri yang terbaik untuk baby kita… mas mohon. Jangan marah-marah… mas ingin baby kita jadi anak yang tenang, sabar dan cerdas. Be a good mom ya sayang…”

Diciumnya istrinya yang mulai tenang. Surya menghela napas diam-diam. Lelah sebenarnya batinnya, mengingat periodic kejadian seperti ini semakin singkat waktunya. Perulangannya semakin sering saja. Huft.

Tak sabar dia ingin segera barada di ruangan kantornya yang nyaman.
Pekerjaan kantor yang banyak, ditambah sikap Wani benar-benar membuatnya jenuh. Lelah. Maka hanya curhat pada sahabat serta chatting dengan Maya adalah pelariannya. Keakrabannya dengan Maya semakin terjalin sejak tabir itu tersingkap. Tak dapat dipungkiri, pada Maya, ada dua darah dagingnya yang merindukan kasih sayangnya. Yang membuatnya semakin sering berkomunikasi dengan mantan kekasihnya itu. Situasi Maya yang kini menjadi single parent sejak sang suami berpaling, membuatnya prihatin. Terlebih prihatin lagi, karena ayah si kembar sebenarnya adalah bukan si lelaki yang berpaling itu, tapi dirinya. Yang seharusnya bertanggung jawab meringankan beban Maya selaku single parent. Yang berjuang keras membiayai si kembar. Terlebih Ardo, yang lemah dan sering sekali sakit. Prihatin sekali hatinya memikirkan hal ini. Andai berita tentang si kembar lebih dahulu terungkap, dia tak perlu susah-susah mencari calon istri dan menikahinya (Wani). Tentu akan lebih ringkas dan bijaksana menikahi Maya, yang telah melahirkan darah dagingnya. Tapi siapa yang bisa menebak situasi seperti ini? Huft. Pusing kepalanya jadinya.

Apalagi ketika tadi Maya bercerita via telephone, bahwa Ardo kambuh lagi tadi malam, dan Maya berkeinginan untuk membawa putranya itu berobat ke Penang. Ingin rasanya dia menyertai mereka kesana, untuk memastikan semuanya akan baik-baik saja. Kasian Maya, pasti akan sangat sulit jika harus seorang diri disana. Ardi akan ditinggal di Medan karena juga harus terus bersekolah.

Surya sedang memutar otak mencari alasan yang akan diutarakan pada Wani, untuk bisa berangkat ke Penang, ketika matanya menangkap Alaika is online di layar laptopnya.
Ditangkapnya segera. Biasanya wanita yang satu ini selalu mampu melapangkan hatinya, mencerahkan pikirannya yang sedang mendung tingkat tinggi.

“Dik… can I catch u, please?” ditunggunya sejenak. Belum ada tanda-tanda Alaika is typing a message dari seberang. Ditunggunya dengan sabar. Mencoba mengingat-ingat kebiasaan sahabatnya yang satu ini. Walau belum pernah ketemu secara langsung, tapi banyak kebiasaan wanita yang satu ini diketahuinya. Semisal menghidupkan laptop, semua diset sign in automatic, dan yang punya laptop wara wiri ke tempat lain. Mengambil ini dan itu. Laptop ditinggal mengaktifkan diri sendiri…

Benar saja, beberapa menit kemudian,

“Hai mas….. maaf, aku baru sampe dari meeting di luar, nih baru nyalain laptop, seperti biasa, aku nyalain dan tinggal ke toilet. Kok mau tangkap aku? Emang aku salah apa mas? J

Tak sanggup dia membalas canda ini. Sebuah icon murung ditampilkannya. L

“Ok mas, whats up? Semuanya baik-baik aja kan? Ardo sehat?”

“Ga dik… Ardo semakin sering sakit. Jantungnya sering kambuh… Maya berencana membawa Ardo ke Penang…”

Icon murung dikirim Alaika untuknya. Ditunggunya Alaika is typing a message itu selesai, tak sabar ingin membaca pesan apa yang terhantar begitu tombol enter di hit.

“Perawatan dan pengobatan disana memang lebih baik daripada disini mas… terus dengan siapa Maya akan kesana? Pasti mas risau ya? Ingin mendampingi tapi Wani juga sedang butuh mas?”

“Iyaaaa…”

“Aku bingung harus ngomong apa ke Wani dik.”

“Gimana kalo berterus terang?” Ide spontan yang membuat Surya melonjak.

“What? It sounds crazy dik. Mana mungkin. Bisa lahir sebelum waktunya nanti anak mas!”

Eh Alaika malah tertawa, icon ngakak pun dikirim, tak tanggung-tanggung, 6 icons. Surya ikutan geli. Dia tau Alaika hanya bercanda. Pikirannya jauh lebih waras darinya malah, dia yakin itu.

“Gila kamu dik. Ayo donk, kasih saran… mas nyesal ga ngawinin kamu. Kalo kamu terima mas waktu itu, tentu masalah ga serumit ini. Kamu pasti akan terima Deny, Alif dan Bella dengan suka cita, dan pasti akan menyayangi mereka….”

“Hush… ga baik ngomong begitu mas. Kita ga jodoh. Buktinya, aku malah kawin dengan masku kan? Ga denganmu, hehe….aku hanya sayang padamu, tidak cinta, ingat itu mas... Aku anggap mas sebagai sahabat, dan klien, cukup donk itu? Ayo mas, ga baik menyesali langkah yang telah diambil.”

“Kamu itu bijaksana banget dik. Harusnya aku mengawini kamu!” eh malah ngeyel. Emang laki-laki ya… sukanya begitu kali ya?

“Udah… yuk balik ke topic. Jadi mas ingin bagaimana? What will you do?”

“Dik, aku bingung banget nih. Aku ingin banget dampingi Ardo. Memberinya semangat agar bertahan dan kuat melawan penyakit yang menggerogotinya… tapi bagaimana caranya?”

“Mas, kalo mas memang ingin dampingi, aku rasa gampang saja. Dengan kapasitasmu sebagai kepala cabang, tentu mas wajar-wajar saja menghadiri rapat di Penang… atau kunjungan dinas kek…. Aku rasa justru Wani harus tau mas ke Penang, karena jika mas mengaku tugas hanya keluar kota, handphonemu ga bisa bohong lho. Menggunakan nomor Indo di sana, jelas akan kena roaming, dan mahal banget. Mending jujur aja tentang keberadaan mas, ya tentu ga perlu bilang menemani Ardo donk…., what do you think?”

Surya langsung setuju. Sebenarnya jalan keluarnya simple, so simple, tapi otaknya yang kalut tak mampu lagi melihat celah jalan keluar. Apalagi karena pertengkaran dengan Wani yang terjadi setiap pagi, sudah seperti kebiasaan dan kebutuhan bagi istrinya itu, sungguh membuat dirinya hampir gila.  Maka saran Alaika dilahapnya mentah-mentah. Segera dia hubungi Maya, membicarakan kemungkinan untuk terbang segera membawa Ardy ke Island Hospital, Penang.

Wani boleh saja marah dan mengamuk, tapi ini menyangkut kesehatan Ardo, darah dagingnya. Rasa berdosa telah menelantarkan kedua darah dagingnya itu tertanam begitu dalam, membuat rasa berdosa ini berhasil mengkontaminasi seluruh rasa lainnya, menghunjamnya, dan membalikkan rasa itu menjadi sebuah rasa ingin menebus kesalahan yang kian menjadi-jadi. Ya, tak ingin dilewatkannya kesempatan ini, memberikan kasih sayang bagi putranya yang lemah digerogoti penyakit. Yang kuat ya nak, batinnya.


~ BERSAMBUNG ~



18 komentar

  1. gap usia yg lebar mmg butuh daya toleransi yang luar biasa...makanya salut utk paasangan yg bs welcome dgn gap usia sampai 2kali lipat..#sok tau ya

    btw,versi curhat bs jd novelet mbak AL...

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener itu Riie... apalagi jika usianya msh terlalu muda.....

      inginnya sih bikin novel nih say... hehe

      Hapus
  2. Kalau aku jd Wani jg bakal cemburu deh mbak he..he..punya anak dr tiga wanita! complicated nih pdhl teman mbak Al jg sdh tampak bijak ya.... Ditunggu yg ke-3 nya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kan ga bisa cemburu buta begitu donk mba... apalagi itu adalah kisah masa lalu... harus sedikit lebih bijaksana donk Waninya... tapi mungkin juga karena faktor kedewasaan yang belum matang di usianya yang baru 20 itu ya?

      Hapus
    2. perhaps...her age give more influences for being wise wife. sangat mungkin aku juga akan over reaction spt itu di usia 20 tahun menghadapi lelaki yg jadi suami ternyata masa lalunya demikian complicated? But actually, saat usiaku 20an..asli aku belum kepikiran untuk berani menikah mbak. #penakut

      Hapus
  3. Waduuhh @_@
    Bingung aku mbak hahaha~
    Buat temannya Mbak Alaika, yang kuat ya~ hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, semoga temanku dan keluarganya baik2 aja skrg ini ya Na... lama ga ada kabar sih... :(

      Hapus
  4. hahahaha...mbak sukses buat penasaran.. hmmmmmmmmmm

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. inginnya sih bikin lanjutannya mas stumon, tapi gimana? kita kan sedang sibuk ber-conference ria nih... wkwkwkwk

      Hapus
  6. Untung ga ngawinin mbak Alaika, mbak Alaika bakal puyeng ketiban aneka masalah.
    Mudah2an gak ada misteri lain lagi selain ini ... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheh... aku emang ga tertarik mba sama mas Bani... hihi... feelingku udah bilang nih cowok kayak ada sesuatu deh di masalalu nya, hahha #halah. Kayak paranormal aja deh... hihi

      misteri lain kayaknya ga ada mba, hanya masalah yang tak kunjung reda.... ditunggu lanjutannya ya... :)

      Hapus
  7. Walah... rumit amat masalahnya mbak.
    Begitulah resiko menikah dg orang yg terpaut usia terlalu jauh. Emang yang lebih dewasa harus mau ngemong... tapi ditambah dg sikap yg over protective dan cemburuan gitu ya jelas aja bikin capek hati dan capek pikiran..

    BTW kalimat pertama di alinea terakhir itu salah ketik gak mbak? (Wani boleh saja marah dan mengamuk, tapi ini menyangkut kesehatan Ardy, darah dagingnya.) >> maksudku, Ardy disini yang dimaksud Ardo bukan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mba... rumit mit mit....
      usia yang terlalu muda dan rasa cemburu yang over membuat masalah kian rumit.

      iyaaa mba, salah ketik, thanks for reminding, udah aku edit tuh mba. :)

      Hapus
  8. Maann... *sambil putar bola mata*
    huehehehe... kalo di runut, sbenarnya yg bikin masalah dia jg ya mbak :D
    semoga masalahnya ga semakin rumit, dan di beri jalan keluar terbaik buat temannya ya mbak alaika ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin, semoga temanku itu mendapatkan jalan terbaik ya mba Uchi.....
      pusing kita dibuatnya... hehe

      Hapus